Cerita Pendek - Indekos
Fiksi
Indekos
Oleh:
marga Tang
Akhir-akhir ini hati Lucy resah. Ia
merasa tidak tenang tinggal di salah satu kamar kos yang sudah ditempatinya selama
satu tahun. Memang sejak mendapat predikat janda dari seorang bule kaya-raya bernama
Andrew Hughes karena kesalahan yang pernah ia perbuat, kehidupannya menurun
drastis sehingga memaksanya menempati sebuah kamar yang tidak terlalu besar
bahkan non AC di sebuah indekos yang tidak mewah.
Awalnya kehidupan kos ala Lucy cukup
lancar. Ia seorang yang ringan tangan dan selalu membantu teman-teman yang
membutuhkan. Di usia 40 tahun, ia masih tampil muda baik soal style pakaian dan gaya rambut.
Teman-temannya didominasi oleh kaum yang lebih muda darinya. Karena itu pula
banyak yang tidak menganggap Lucy sebagai seorang yang ‘berumur’ dan pantas
dihormati.
“Kurang baik apa aku Bu. Dia tinggal
datang ke kamarku dan bilang ‘Aku lapar, Mba’, dan ia boleh ambil apapun yang
bisa dia makan di kamarku.” Curhat Lucy waktu membayar uang bulanannya pada ibu kos. Air matanya mengalir.
Ibu kos memandang prihatin Lucy. Dielusnya
pundak Lusi dengan lembut. “Sabar aja ya Lus, semua ada balasannya. Yang
penting kamu pernah baik sama orang sudah cukup, tidak usah berharap lebih. Setiap
orang itu beda.”
Ibu kos cukup bijak menghadapi
masalah yang datang silih berganti pada anak-anak kosnya. Maklumlah, usia ibu
kos sudah mendekati setengah baya.
“Aku ini orang tua. Bagaimana
perasaanku, tiap aku melintas depan kamarnya, dia meneriakiku janda. Suaminya diam
saja.” Lucy menghela nafas.
Ibu kos menggeleng-gelengkan
kepalanya. Pusing juga dia menghadapi tingkah anak buahnya yang suami-istri
itu. Monic adalah seorang yang masih sangat muda, berusia 22 tahun, sedangkan
suaminya seorang yang sudah kepala 3.
Sang suami juga bukan seorang yang
bisa menjadi imam bagi istrinya. Istri jadi tidak memiliki sopan-santun
terhadap orang yang lebih tua.
Saat si bapak kos memperingati Monic
dan suami untuk tidak boros menggunakan air di indekos (kebetulan saat itu di
kos hanya ada Monic), tapi ia dengan lantang berkata, “Siapa ... siapa yang
buang-buang air?!”
Saat itu ibu kos hanya tersenyum,
tapi tidak begitu tulus terlihat. Maklum, ibu kos juga tidak terlalu suka pada
anak kosnya yang tak beretiket seperti Mona. Ibu kos berasal dari keluarga yang
sangat mementingkan rasa hormat terhadap yang lebih tua.
“Lus,
sudah ... ngga usah perdulikan dia. Jangankan kamu, si bapak saja dilawannya.
Mungkin orang-tuanya sendiripun dilawan. Si Sasa sendiri saja sampai sekarang
bukan main marahnya sama Monic dan suaminya itu.” Sasa adalah anak dari si ibu
kos yang baru saja pulang kuliah dari Jakarta.
“Dasar penyanyi bar!” Umpat Lucy,
kesal.
Ibu kos terkejut. “Hush, nanti kalau
didengarnya tambah mengamuk dia. Introspeksi diri dulu.”
Bukan
tanpa alasan Lucy menjuluki Monic seperti itu, Lucy pernah mendengar
desas-desus bahwa Monic pernah bekerja di Night
Club.
Sebenarnya masalah yang terjadi
antara Monic dan Lucy adalah sesuatu yang sederhana. Monic kehidupannya susah,
hanya berpenghasilan dari suami yang seorang cleaning service sebuah perusahaan, meminta Lucy bertukar kamar.
Kamar Lucy lebih kecil dari kamar Monic dan otomatis bayar perbulannya juga
lebih ringan. Kehidupan Lucy lebih baik dari Monic dan suami karena Andrew
Hughes meninggalkannya tabungan yang cukup untuk Lucy menjalani kehidupan
sederhananya sekarang ini, meskipun Lucy terpaksa merelakan anak perempuan
semata wayangnya dibawa pergi.
Terjadi
kesepakatan antara Lucy, Monic, dan sang ibu kos mengenai masalah pertukaran
kamar antar dua anak kos tersebut.
Tetapi Lucy yang lebih sering berada di luar rumah membuat gemes Monic yang
sudah tidak sabar untuk bertukar kamar, sehingga suatu hari terjadilah
pertikaian antara mereka. Monic membentak Lucy yang usianya dua kali lipat lebih
tua. Lucy yang biasanya mencoba sabar menjadi berang juga. Mereka bertengkar
mulut.
Hanya satu alasan ibu kos tidak tega
mengusir Monic dan suami dari indekos, karena suaminya selalu berusaha
memperlihatkan kesantunan, senyum selalu menghiasi wajahnya jika papasan muka
dengan keluarga si ibu kos, biar ditanggapin dingin oleh Sasa sekalipun.
Kamar Lucy berada tepat di samping
tempat parkir motor anak-anak kos di indekos tersebut. Ketika Lucy menuju ke
dalam kamarnya, tanpa sengaja ia berjumpa dengan Monic dan suaminya yang
bersiap meluncur keluar indekos dengan motor pinjaman. Monic dan suaminya tidak
memiliki kendaraan sendiri sehingga hanya bergantung kepada pinjaman motor dari
teman-temannya.
Seperti biasa, Monic tidak puas jika
tidak menyindir Lucy terlebih dahulu. “Kasiannya ai si janda.” Kata Monic
dengan logat Banjarnya yang kental. Monic berasal dari Banjarmasin. Seperti
biasa juga suaminya tidak berkomentar apapun seolah-olah mengijinkan sikap
Monic terhadap Lucy.
Lucy mengurut-urut dadanya. “Sabar…”
Di dalam kamar ia melamun. Teringat
kembali olehnya waktu masih berhubungan baik dengan Monic. Hampir tiap siang ketika
suaminya pergi kerja, Monic mengetuk pintu kamar Lucy.
“Mba’,
aku laper.” Kata Monic setelah Lucy membuka pintu kamarnya.
“Ayo Mon, kita masak nasi goreng, di
kamarku banyak bahan. Kalau kamu mau mie, ambil saja, tidak usah sungkan.”
Monic mengangguk.
Lucy tersentak saat teringat ibu kos
menyuruhnya introspeksi. Ia pernah tanpa sengaja menasehati Monic.
“Mon,
ngapain kamu punya suami tapi hidup susah juga.” Maksud Lucy baik. Waktu itu
Mona hanya tertawa sumbang saja.
Dengar-dengar memang perkataan Lucy
itu sudah sampai ke telinga suami Monic. Kala itu Monic dan suaminya bertengkar
hebat di dalam kamarnya.
Lucy menjadi sangat menyesal saat
ini. Mungkin saja Monic sudah tersinggung berat kepadanya dari dulu, apalagi
suaminya itu, dan akhirnya sengaja mencari-cari masalah..
Setiap orang punya salah, baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Alangkah baiknya jika kita bisa menerima
semuanya dengan lapang dada, pikir Lucy mulai menyadari kekeliruannya.
Kasihan juga Monic, tentunya ia
lebih sengsara karena telah memusuhi Lucy. Monic selalu sendiri di kamarnya
jika suaminya pergi kerja. Dan tentu saja ia harus menahan lapar di dalam kamar
karena tidak ada Lucy yang bisa membantunya mengisi kekosongan perutnya jika ia
sedang tidak ada uang.
Monic masih terlalu muda untuk mengalami
kehidupan rumah tangga. Emosinya juga masih sangat labil. Semoga ia akan lebih
menghormati yang lebih tua jika Tuhan mengijinkannya mempunyai seorang bayi dan
membuatnya merasakan menjadi seorang ibu, doa Lucy. Usia pernikahan Monic sudah
masuk tahun ketiga tetapi belum dikaruniai anak.
Semua pasti ada jalan keluarnya. Lucy
bergegas ke kamar mandi, diambilnya air wudhu dan diniatkannya solat. Sore ini
adalah pertama kalinya ia solat lagi setelah menikah dengan Andrew Hughes dulu.
Lucy sangat berharap kehidupannya menjadi lebih baik dan tenang setelah ia lebih
sering menghadap kepadaNya.
0 comments