Annisa Tang di antara Kirana Kejora, Oka Aurora, Endri Pelita
Saya sedang merenggangkan kaki di atas tempat tidur, melunturkan penat yang membuat seluruh tubuh saya turut merasa pegal, ketika ponsel saya berdering. Aisyah terlelap di sebelah saya, hari itu sudah cukup sore, akhir-akhir ini saya agak kesulitan menidurkan ia, baik di waktu siang maupun malam.
Suara seorang wanita, "Ibu diundang untuk datang ke Workshop kepenulisan di Aston, apa bisa?"
Kalimat permintaan konfirmasi yang membuat saya tersentak. Jika disuruh membeli tiket pun mungkin saya beli jika kebetulan diadakan di Kota tercinta ini. Apalagi 'sekedar' diminta konfirmasi kehadiran saja.
Bahkan saya sempat merasa ini hanya 'candaan' dari orang-orang tidak bertanggung-jawab seperti halnya 'Mama minta Pulsa' sehingga bertanya terlebih dahulu kepadanya, "Maaf, ini dari mana ya?"
Suara di seberang sepertinya lupa juga memperkenalkan instansinya, "Oh, kami dari BeKraf, Ibu, Balikpapan Ekonomi Kreatif."
Rasanya girang tidak karuan, karena saya yakin bahwa ini bukan sekedar 'permainan' melainkan sungguh sebuah workshop dari dunia yang sangat saya minati yaitu 'writepreneur'. Seorang penulis bukan tidak mungkin menjadikan tulisannya sebagai ladang penghasilan. Kebetulan tulisan saya menjadi salah satu bagian dalam Buku Antologi 'Salome dan Orang-orang Balikpapan.'
Tetapi ragu kembali menyelimuti, "Lalu Aisyah?"
Seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya, saya bukan seorang Single Parent, tetapi seluruh urusan rumah tangga adalah beban saya, karena si 'Daddy' bukanlah seorang yang 'bersedia' dengan kerelaan penuh berkecimpung dalam pekerjaan rumah, apalagi menggantikan saya di rumah untuk menjaga Aisyah. Ia tidak tahu membuat susu, tidak mengerti kemauan anak ketika rewel, juga tidak bisa membersihkan Aisyah ketika poop.
Saya hanya dapat dengan terpaksa menjawab suara di seberang telepon, "Nanti saya konfirmasi kembali ya Mbak?"
Kemudian saya berpikir, termenung di dalam kamar, cukup lama, melewatkan kesempatan yang jarang terjadi di depan mata rasanya kok sangat disayangkan, dan memutuskan untuk mengirim pesan kembali kepada si penelpon tadi. "Acaranya dari jam berapa sampai jam berapa Mbak?"
"Jam 1 siang sampai jam 5 sore, mulai hari senin tanggal 18 September sampai hari Rabu tanggal 20 September." Jawab si 'Mbak'.
Oh, hanya sebentar, cukup lega rasanya.
Saya langsung memutuskan untuk menghubungi Mami saya, bertanya apakah beliau sanggup mengasuh Aisyah selama saya tinggal Workshop, mengingat kedua orang tua saya sudah mengasuh dua balita cucunya orang lain yang dijaganya sejak bayi, heheheee...
Sebenarnya itu kalimat sindiran ... dua cucu 'orang lain' itu adalah anak dari adik lelaki yang kami adopsi sejak bayi dan memutuskan menikah dini untuk bercerai dini, lalu tidak ada dari kedua orang tuanya yang kompeten dalam mengasuh dan membiayai anak-anak balita itu sehingga orang tua saya yang mengambil alih. Kedua balita itu adalah ponakkan tersayang saya, meski tak ada kaitan darah di antara kami.
Alhamdulillah Mami saya bersedia, meskipun sesungguhnya pertanyaan saya hanyalah basa-basi yang akan berbalik tersinggung, sensitif, marah, dan ngambek jika ditolak. Hahahaaa...
Sebagai Ibu beranak satu, balita, merawat bayi merah dengan kedua tangan sendiri sejak bekas operasi masih basah, hingga kini sudah berusia 3 tahun lebih, terkadang ada perasaan jenuh, ingin mencuri waktu sendiri meskipun hanya untuk merenung ... diselingi rasa sedikit minder, kesal ... kok orang tua tidak pernah ada untuk saya dan anak saya?
Sudahlah, lupakan hal sensitif seperti itu, karena dapat membuat saya kembali larut akan kesedihan dan menyalahkan takdir yang terkadang seperti kejam terhadap saya. Meskipun bagi orang lain biasa saja, namun bagi saya yang mengalaminya adalah 'dalam'. Kata Cita Citata 'Sakitnya tuh di sini'.
Awal mengikuti seminar, wah minder banget, karena sebagian besar mahasiswa, sedangkan saya sudah menjadi mahasiswa belasan tahun yang lalu. Satu meja bersama mahasiswa - mahasiswi, serasa muda belia dan bersemangat juga.
Pembukaan acara oleh Ass 2 Pemkot Balikpapan Ibu Hj Sri Sutantinah dan Direktur BeKraf Ibu Poppy Savitri, disambung oleh Bapak Dosen STIE Madani, serta acara dibawakan oleh Mas Caca sebagai MC dimana doi yang kocak namun berwajah cool membuat suasana semakin seru.
Seminar pertama kali disampaikan oleh Mbak Kirana Kejora, penulis novel yang sangat berbobot, menggambarkan setting lokasi dengan sangat detail dan gaya bahasa sastra yang sangat indah. Bukan membandingkan, tetapi antara
Kirana Kejora dan Asma Nadia, ternyata saya menjadi jauh lebih tertarik dengan Novel Kirana Kejora. Asma Nadia lebih menggunakan bahasa sederhana dengan kisah sehari-hari yang juga sederhana, sebagian besar drama percintaan dan dalam lingkup rumah tangga biasa, sedangkan Kirana Kejora mampu mengangkat potensi lokal suatu daerah menjadi sebuah novel yang sangat bernilai, bukan melulu mengenai percintaan, meski novel dan film yang laris di Indonesia sebagian besar mengenai cinta-cintaan.
Dalam seminar saya berkenalan dengan para mahasiswa/i, Yeyen dan kawan-kawannya, hanya beberapa yang saya ingat namanya seperti Joko, Ilham, Yuda, ... yang anak-anaknya luar biasa ramai dan seru. Kebetulan Yeyen sudah menikah dan memiliki anak satu, tetapi mendapat support dari suaminya untuk kuliah lagi, jempol banget buat suaminya. Di saat sebagian suami lainnya bahkan membatasi pergaulan sang istri, tetapi suaminya justru memberi dukungan penuh agar istrinya semakin maju.
Yeyen sendiri sebenarnya seusia adik lelaki saya, 8 tahun lebih muda dari saya, menikah muda, anaknya saja lebih tua setahun daripada Aisyah. Sepertinya kami meniikah di tahun yang sama tapi di usia yang berbeda, heheheee. Karena saya setahun menikah barulah dikaruniai kehamilan.
Cuman ada satu lagi beban pikiran saya, acara yang katanya berakhir jam 5 sore, ternyata sampai pukul 10 malam. Run down nya terletak di meja masing-masing. Alamakkk! Satu meja pun baru tahu kalau acara sampai malam hari, sedangkan anak-anak itu juga harus kuliah malam sehingga mereka mendiskusikan cara meminta ijin kepada dosen pengajar dengan Pak Dosen yang mengundang mereka datang. Saya, tentunya juga harus mengabarkan kepada orang tua yang menjaga Aisyah. Saya tahu mereka pasti keberatan, tapi rasanya sangat sayang meninggalkan acara yang luar biasa keren seperti ini, apalagi Mbak Kirana Kejora yang hari itu membawakan seminar, siang sampai sore diisi pembukaan dan penyambutan kepada seluruh peserta dari Pemkot dan BeKraf.
Ketika sesi tanya jawab dibuka, rugi donk kalau saya tidak mengacungkan tangan untuk bertanya, karena kebetulan ada sedikit yang mengganjal dalam pikiran saya yaitu etika penulis dalam ide cerita, ketika mengklaim sebuah kisah sebagai bagian dari kisah nyata sedangkan tidak pernah secara khusus meminta ijin kepada keluarga atau orang yang bersangkutan, dan terjawab! Kami berlindung dibalik 'fiktif'' karena kami seorang penulis novel bukan biografi seseorang. Selama nama tokoh berbeda tidak ada masalah.
Pertanyaan kedua dari saya yaitu teknis beliau dalam proses menulis dan menyusun sebuah novel. Ternyata lebih menyenangkan! Beliau menulis tidak secara sistematis, melainkan memulai dari apa yang beliau inginkan saja dulu, bagian akhir dulu, tengah dulu, ataupun awal dulu ... berdasarkan subjudulnya masing-masing ... karena novel adalah kumpulan 'cerpen' yang memiliki benang merah. Setelah menulis, barunya menyusunnya. Tips dari beliau ini adalah "jangan lupa langsung menentukan ending cerita". Tidak jauh beda dengan yang sempat diajarkan oleh mentor saya Brilli Agung Zaky bahwa harus menentukan karakter dan membuat gunung alur terlebih dahulu. Pucuk dicinta ulam pun tiba, saya dapat novel dari beliau ini. Aduhhh 'unch-unch' banget, riangnya tak terkira, soalnya gaya bahasanya yang sastra abis, romantis luar biasa, bisa menjadi panutan buat saya yang suka mendramatisir sebuah keadaan. Hidup saya saja sering didramatisir, apalagi novel, ya kan? Hehehehee..
Saya sampai rumah sekitar jam 10 malam, ini pertama kalinya saya berjauhan dengan Aisyah, setengah hari tidak bertemu dan hari kedua hampir sehari tidak bertemu dengan Aisyah. Itupun dua jam sekali selama seminar, saya pasti menelpon papa saya untuk menanyakan kabarnya, beliau sampai menjawabnya dengan kesal.
Mata Aisyah nampak berkaca-kaca ketika saya datang. Ia memeluk saya dan berkata lirih "Mami tidak ada." ... Duh, ingin menangis rasanya. Aisyah memiliki hati saya, perasaannya sangat halus dan sensitif, mudah merasa sedih. Ketika saya marah besar, dia memilih diam di sudut-sudut ruangan untuk meneteskan air mata. Menangis tanpa suara. Dan saya selalu tidak sabar untuk langsung memeluknya kembali, setelah saya peluk, biasanya dia akan berbisik "Mami angry, Aisyah sad." ... Hati ibu mana yang tidak luluh coba?!
Seperti biasa, JiPi nya Aisyah, memasang wajah tidak suka, bahkan sebelum pulang ke rumahnya sempat-sempatnya berbicara dengan nada tinggi, seolah-olah saya sengaja tidak memberi-tahu sejak awal bahwa acaranya selesai jam 10 malam, "Di rumah belum nyalakan lampu sampai jam segini!"
Tapi anehnya, ketika saya bilang bahwa esok siang saja baru jemput Aisyah di Daycare dekat rumah saya, Mami saya malah berkata sinis, "Ngapain sih, suka betul buang-buang uang." ... dan diiyakan oleh papa saya.
"Lahhh, maunya apa sih?", dalam pikiran saya. Kalau ada psikolog yang membaca tulisan saya ini, pasti paham benar beban psikis saya selama ini. Apalagi saya ditakdirkan memiliki suami yang juga tidak pernah ada untuk memberikan dukungan moral. Tapi sekali lagi harus ikhlas menjalani hidup, karena takdir itu dari Allah, berusaha merubahnya tidak akan bisa, karena sudah digariskan sejak manusia lahir ... yang bisa dilakukan hanya berusaha lapang dada berada di lingkungan ini.
Saya tidak pernah sama sekali berpisah dengan Aisyah, membiarkan Aisyah bersama dengan kakek - neneknya yang sudah memiliki kehidupan dengan cucu-cucu angkatnya itu saja tidak pernah seharian penuh tanpa saya, apalagi di Daycare dengan orang yang tdak Aisyah kenal. Bahagiakah saya? Jawabannya "tentu tidak!". Orang yang berperasaan pasti tahu itu. Sayangnya, saya yang sensitif dan berperasaan halus, berada di lingkungan yang salah, sehingga seringkali membuat saya merasa tertekan.
Saya terpaksa meletakkan Aisyah di Daycare, agar tidak membebani mereka dengan seorang anak lebih lama, paling tidak menjaga cucu kandung dari siang sampai malam lebih ringan daripada harus menjaganya sejak pagi. Karena seminar ini kebutuhan saya, saya ingin menjadi lebih maju. Selama ini ekonomi keluarga hanya bergantung pada suami saya, sedangkan saya memiliki anak yang butuh berkembang. Uang seorang suami bukan hanya milik istri dan anaknya, ia masih punya ibu, adik dan kakak, sedangkan uang seorang istri pasti jatuh ke tangan anaknya.
Sejak punya anak, saya tidak pernah beli baju sendiri, Mami saya yang selalu membelikan untuk saya, mungkin simpati juga karena anak perempuannya terlihat tidak terurus, hahahaaa, karena kebutuhan Aisyah sangat banyak, uang bulanan tetap yang diberikan Daddynya Aisyah, selalu saya sisihkan untuk pendidikan Aisyah. Apalah artinya sepotong baju dibandingkan pendidikan Aisyah. Aisyah beli baju pun jarang. Saya ingin membiasakan dia untuk mementingkan pendidikan dibandingkan barang-barang yang terlihat, bisa dipegang, bisa menjadi kenangan tapi tidak abadi. Semoga kelak Aisyah seperti saya ketika sudah menjadi seorang ibu, aamiin.
Itu alasan saya mengapa tetap ngotot mengikuti Workshop Writerpreneur tersebut meskipun banyak halangan. Motivasi menulis saya kembali berkobar, padahal baru hari pertama mengikuti seminar tersebut. Sebelumnya saya malas sekali menyentuh laptop, karena jenuh mengiringi keseharian saya, di rumah sepanjang hari, bersama balita yang sedang bawel-bawelnya, tanpa teman berbagi rasa, tidak ada yang mendengarkan saya berkeluh - kesah ... lihat saja bulan terakhir saya mengisi Blog ini. Mengisi Blog saja malas, apalagi menuangkan ide cerita ke dalam Microsoft Words, hihihiii. Sekarang saya malah sudah tidak sabar untuk menuangkan segala isi kepala saya ke dalam tulisan.
Hari kedua dimulai jam 9 pagi. Saya mengantar Aisyah terlebih dahulu ke Daycare sekitar jam setengah 8 kemudian baru langsung ke Panin Tower untuk registrasi dan segera cuzz ke Resto Aston untuk Breakfast.
Sebenarnya kami dapat menginap 2 malam di Aston Apartment. Saya satu ruangan dengan Yeyen di Apartment 2 bedroom ... tetapi saya tidak mungkin melepaskan tanggungjawab saya akan Aisyah hanya untuk ikut menginap di Apartment, sehingga saya memberikan buat Yeyen pribadi saja bersama keluarganya, saya ikut Breakfast-nya saja. Kamar kami di lantai 18, nomor 1802. Siapa tau suatu saat menginap di sana lagi, heheheee.
Seminar kali ini diisi oleh Mbak Novelis Oka Aurora dan Pak Sutradara Endri Pelita. Meskipun tidak begitu menggebu-gebu seperti Mba Kirana Kejora di hari pertama, karena keduanya berkarakter jauh lebih kalem, tetapi materi yang mereka bawakan tak kalah menarik. Oka Aurora membawakan materi menyusun sinopsis yang berkarakter film, dan Endri Pelita menyampaikan mengenai karakter novel yang layak untuk dijadikan sebuah film serta pengalaman-pengalaman beliau di lapangan.
Ini dua hari yang sangat berharga bagi saya. Di tulisan selanjutnya, saya akan berbagi tips yang saya dapat dari mereka untuk menjadi seorang penulis yang berkarakter film.
Sebenarnya 3 hari, tetapi kebetulan materinya sudah diberikan semua selama 2 hari sehingga hari ketiga hanya diberikan tempat sampai jam 10 pagi saja untuk konsultasi lebih lanjut sama ketiga mentor keceh, dan saya tidak datang di hari ketiga karena tidak tega mengganggu waktu tidur Aisyah. Sebenarnya saya ingin datang membawa Aisyah, hihihihiii. Tapi dia pasti tidur sangat malam karena menunggu saya. Saya tiba di rumah sekitar jam setengah 12 malam, dan dia sudah terlelap. Kasihan sekali melihatnya.
Mami keceh menjadi segar kembali. Saya akui sebelum ada acara ini kerjaan saya ngomel saja, marah melulu terhadap Aisyah, ciri-ciri emak butuh piknik, hahahaa, jenuh merajai keseharian saya, tapi setelah pisah sama Aisyah dua hari, duh rasanya kangennya bukan main. Seusai kelas musik yamaha, saya ajak dia ke CocoLand untuk membayar rasa bersalah saya karena meninggalkannya, meskipun sebenarnya tubuh saya pegal sekali. Kebetulan hasil tes laboratorium saya, livernya tinggi, sehingga kalau lelah berdampak pegal seluruh badan saya, ditambah selama seminar saya tidak menjaga makan, sayang soalnya kalau makanan enak-enak dianggurin (mencari pembenaran). Jujur deh, makanan Aston Balikpapan 'maknyus' semuanya, tak ada yang tidak enak, saya suka, apalagi balado-baladonya dan lada hitam, ada cumi goreng tepung pula, semuanya ya yang selera saya, diet selama ini terbayarkan dengan dua hari di Aston, duhhh.
Ini grup kami, bersama MC yang kocak, Mas Caca. Dia ini orangnya pendiam, tidak banyak bicara, tapi ekspresi wajah dia dan sikapnya saja bisa bikin kami tertawa. Dia melawak dengan ekspresi datar. Apalagi kelompok kami yang sebagian besar anak-anak muda ini, sangat ribut, sehingga mejadi bahan celetukan dia. Grup kami saja namanya 'sebentar lagi', karena tugas sinopsis yang diberikan oleh para mentor kelarnya selalu "sebentar lagi".
Ada satu kelompok juga yang tidak kalah kocaknya yaitu grup 'Haw haw'. Kami, orang Balikpapan, kalau menyebut seseorang 'haw haw', itu artinya orangnya pasti tidak jelas atau 'kurang-kurang' (kurang-kurang di Balikpapan menjadi 'beleng-beleng'), dan itu dijadikan nama grup oleh mereka, wkwkwkkk, yang terdiri dari orang-orang kocak juga.
Waktu mereka membacakan sinopsis di depan, sudah persis Stand Up Comedy, membuat yang sudah ngantuk melek kembali. Salah satunya adalah Mbak Chita Widjaya yang ada di foto samping ini, beramai-ramai dengan Grup 'Sebentar lagi'.
Intinya sangat menyenangkan. Mau lagi donk ikutan kalau diadakan oleh Balikpapan Ekonomi Kreatif kembali, sekalian para emak piknik sambil mendapat ilmu.
Eh, selain kami semua dapat menginap di apartment Aston, dapat sertifikat dan uang jajan pula, menyenangkan banget kan? Dan ilmunya tak lekang oleh waktu.
Saya juga tak melewatkan kesempatan untuk menghadiahkan novel karya saya yang berjudul 'Melupakan 98' kepada ketiga orang mentor keceh tersebut, baik mendapat testimoni maupun kritikan sama bermanfaatnya bagi saya. Karena keberhasilan orang hebat berawal dari kegagalan terlebih dahulu. Bagaimanapun kegagalan saya menulis kalimat-kalimat indah dalam sebuah novel, tetap menjadi kemenangan bagi saya karena sudah berusaha menulis dan menghasilkan karya utuh novel, dimana tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menyusun sebuah kalimat saja.
Terima kasih BeKraf, Pemkot Balikpapan, dan para mentor (Kirana Kejora, Oka Aurora, Endri Pelita), juga MC keceh Mas Caca, bersama team dari Jakarta, ... semoga suatu saat kita semua dipertemukan kembali di balik layar perfilman, aamiin yaa Rabb.
Suara seorang wanita, "Ibu diundang untuk datang ke Workshop kepenulisan di Aston, apa bisa?"
Kalimat permintaan konfirmasi yang membuat saya tersentak. Jika disuruh membeli tiket pun mungkin saya beli jika kebetulan diadakan di Kota tercinta ini. Apalagi 'sekedar' diminta konfirmasi kehadiran saja.
Bahkan saya sempat merasa ini hanya 'candaan' dari orang-orang tidak bertanggung-jawab seperti halnya 'Mama minta Pulsa' sehingga bertanya terlebih dahulu kepadanya, "Maaf, ini dari mana ya?"
Suara di seberang sepertinya lupa juga memperkenalkan instansinya, "Oh, kami dari BeKraf, Ibu, Balikpapan Ekonomi Kreatif."
Rasanya girang tidak karuan, karena saya yakin bahwa ini bukan sekedar 'permainan' melainkan sungguh sebuah workshop dari dunia yang sangat saya minati yaitu 'writepreneur'. Seorang penulis bukan tidak mungkin menjadikan tulisannya sebagai ladang penghasilan. Kebetulan tulisan saya menjadi salah satu bagian dalam Buku Antologi 'Salome dan Orang-orang Balikpapan.'
Tetapi ragu kembali menyelimuti, "Lalu Aisyah?"
Seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya, saya bukan seorang Single Parent, tetapi seluruh urusan rumah tangga adalah beban saya, karena si 'Daddy' bukanlah seorang yang 'bersedia' dengan kerelaan penuh berkecimpung dalam pekerjaan rumah, apalagi menggantikan saya di rumah untuk menjaga Aisyah. Ia tidak tahu membuat susu, tidak mengerti kemauan anak ketika rewel, juga tidak bisa membersihkan Aisyah ketika poop.
Saya hanya dapat dengan terpaksa menjawab suara di seberang telepon, "Nanti saya konfirmasi kembali ya Mbak?"
Kemudian saya berpikir, termenung di dalam kamar, cukup lama, melewatkan kesempatan yang jarang terjadi di depan mata rasanya kok sangat disayangkan, dan memutuskan untuk mengirim pesan kembali kepada si penelpon tadi. "Acaranya dari jam berapa sampai jam berapa Mbak?"
"Jam 1 siang sampai jam 5 sore, mulai hari senin tanggal 18 September sampai hari Rabu tanggal 20 September." Jawab si 'Mbak'.
Oh, hanya sebentar, cukup lega rasanya.
Saya langsung memutuskan untuk menghubungi Mami saya, bertanya apakah beliau sanggup mengasuh Aisyah selama saya tinggal Workshop, mengingat kedua orang tua saya sudah mengasuh dua balita cucunya orang lain yang dijaganya sejak bayi, heheheee...
Sebenarnya itu kalimat sindiran ... dua cucu 'orang lain' itu adalah anak dari adik lelaki yang kami adopsi sejak bayi dan memutuskan menikah dini untuk bercerai dini, lalu tidak ada dari kedua orang tuanya yang kompeten dalam mengasuh dan membiayai anak-anak balita itu sehingga orang tua saya yang mengambil alih. Kedua balita itu adalah ponakkan tersayang saya, meski tak ada kaitan darah di antara kami.
Alhamdulillah Mami saya bersedia, meskipun sesungguhnya pertanyaan saya hanyalah basa-basi yang akan berbalik tersinggung, sensitif, marah, dan ngambek jika ditolak. Hahahaaa...
Sebagai Ibu beranak satu, balita, merawat bayi merah dengan kedua tangan sendiri sejak bekas operasi masih basah, hingga kini sudah berusia 3 tahun lebih, terkadang ada perasaan jenuh, ingin mencuri waktu sendiri meskipun hanya untuk merenung ... diselingi rasa sedikit minder, kesal ... kok orang tua tidak pernah ada untuk saya dan anak saya?
Sudahlah, lupakan hal sensitif seperti itu, karena dapat membuat saya kembali larut akan kesedihan dan menyalahkan takdir yang terkadang seperti kejam terhadap saya. Meskipun bagi orang lain biasa saja, namun bagi saya yang mengalaminya adalah 'dalam'. Kata Cita Citata 'Sakitnya tuh di sini'.
Awal mengikuti seminar, wah minder banget, karena sebagian besar mahasiswa, sedangkan saya sudah menjadi mahasiswa belasan tahun yang lalu. Satu meja bersama mahasiswa - mahasiswi, serasa muda belia dan bersemangat juga.
Pembukaan acara oleh Ass 2 Pemkot Balikpapan Ibu Hj Sri Sutantinah dan Direktur BeKraf Ibu Poppy Savitri, disambung oleh Bapak Dosen STIE Madani, serta acara dibawakan oleh Mas Caca sebagai MC dimana doi yang kocak namun berwajah cool membuat suasana semakin seru.
Seminar pertama kali disampaikan oleh Mbak Kirana Kejora, penulis novel yang sangat berbobot, menggambarkan setting lokasi dengan sangat detail dan gaya bahasa sastra yang sangat indah. Bukan membandingkan, tetapi antara
Kirana Kejora dan Asma Nadia, ternyata saya menjadi jauh lebih tertarik dengan Novel Kirana Kejora. Asma Nadia lebih menggunakan bahasa sederhana dengan kisah sehari-hari yang juga sederhana, sebagian besar drama percintaan dan dalam lingkup rumah tangga biasa, sedangkan Kirana Kejora mampu mengangkat potensi lokal suatu daerah menjadi sebuah novel yang sangat bernilai, bukan melulu mengenai percintaan, meski novel dan film yang laris di Indonesia sebagian besar mengenai cinta-cintaan.
Dalam seminar saya berkenalan dengan para mahasiswa/i, Yeyen dan kawan-kawannya, hanya beberapa yang saya ingat namanya seperti Joko, Ilham, Yuda, ... yang anak-anaknya luar biasa ramai dan seru. Kebetulan Yeyen sudah menikah dan memiliki anak satu, tetapi mendapat support dari suaminya untuk kuliah lagi, jempol banget buat suaminya. Di saat sebagian suami lainnya bahkan membatasi pergaulan sang istri, tetapi suaminya justru memberi dukungan penuh agar istrinya semakin maju.
Yeyen sendiri sebenarnya seusia adik lelaki saya, 8 tahun lebih muda dari saya, menikah muda, anaknya saja lebih tua setahun daripada Aisyah. Sepertinya kami meniikah di tahun yang sama tapi di usia yang berbeda, heheheee. Karena saya setahun menikah barulah dikaruniai kehamilan.
Cuman ada satu lagi beban pikiran saya, acara yang katanya berakhir jam 5 sore, ternyata sampai pukul 10 malam. Run down nya terletak di meja masing-masing. Alamakkk! Satu meja pun baru tahu kalau acara sampai malam hari, sedangkan anak-anak itu juga harus kuliah malam sehingga mereka mendiskusikan cara meminta ijin kepada dosen pengajar dengan Pak Dosen yang mengundang mereka datang. Saya, tentunya juga harus mengabarkan kepada orang tua yang menjaga Aisyah. Saya tahu mereka pasti keberatan, tapi rasanya sangat sayang meninggalkan acara yang luar biasa keren seperti ini, apalagi Mbak Kirana Kejora yang hari itu membawakan seminar, siang sampai sore diisi pembukaan dan penyambutan kepada seluruh peserta dari Pemkot dan BeKraf.
Ketika sesi tanya jawab dibuka, rugi donk kalau saya tidak mengacungkan tangan untuk bertanya, karena kebetulan ada sedikit yang mengganjal dalam pikiran saya yaitu etika penulis dalam ide cerita, ketika mengklaim sebuah kisah sebagai bagian dari kisah nyata sedangkan tidak pernah secara khusus meminta ijin kepada keluarga atau orang yang bersangkutan, dan terjawab! Kami berlindung dibalik 'fiktif'' karena kami seorang penulis novel bukan biografi seseorang. Selama nama tokoh berbeda tidak ada masalah.
Pertanyaan kedua dari saya yaitu teknis beliau dalam proses menulis dan menyusun sebuah novel. Ternyata lebih menyenangkan! Beliau menulis tidak secara sistematis, melainkan memulai dari apa yang beliau inginkan saja dulu, bagian akhir dulu, tengah dulu, ataupun awal dulu ... berdasarkan subjudulnya masing-masing ... karena novel adalah kumpulan 'cerpen' yang memiliki benang merah. Setelah menulis, barunya menyusunnya. Tips dari beliau ini adalah "jangan lupa langsung menentukan ending cerita". Tidak jauh beda dengan yang sempat diajarkan oleh mentor saya Brilli Agung Zaky bahwa harus menentukan karakter dan membuat gunung alur terlebih dahulu. Pucuk dicinta ulam pun tiba, saya dapat novel dari beliau ini. Aduhhh 'unch-unch' banget, riangnya tak terkira, soalnya gaya bahasanya yang sastra abis, romantis luar biasa, bisa menjadi panutan buat saya yang suka mendramatisir sebuah keadaan. Hidup saya saja sering didramatisir, apalagi novel, ya kan? Hehehehee..
Saya sampai rumah sekitar jam 10 malam, ini pertama kalinya saya berjauhan dengan Aisyah, setengah hari tidak bertemu dan hari kedua hampir sehari tidak bertemu dengan Aisyah. Itupun dua jam sekali selama seminar, saya pasti menelpon papa saya untuk menanyakan kabarnya, beliau sampai menjawabnya dengan kesal.
Mata Aisyah nampak berkaca-kaca ketika saya datang. Ia memeluk saya dan berkata lirih "Mami tidak ada." ... Duh, ingin menangis rasanya. Aisyah memiliki hati saya, perasaannya sangat halus dan sensitif, mudah merasa sedih. Ketika saya marah besar, dia memilih diam di sudut-sudut ruangan untuk meneteskan air mata. Menangis tanpa suara. Dan saya selalu tidak sabar untuk langsung memeluknya kembali, setelah saya peluk, biasanya dia akan berbisik "Mami angry, Aisyah sad." ... Hati ibu mana yang tidak luluh coba?!
Seperti biasa, JiPi nya Aisyah, memasang wajah tidak suka, bahkan sebelum pulang ke rumahnya sempat-sempatnya berbicara dengan nada tinggi, seolah-olah saya sengaja tidak memberi-tahu sejak awal bahwa acaranya selesai jam 10 malam, "Di rumah belum nyalakan lampu sampai jam segini!"
Tapi anehnya, ketika saya bilang bahwa esok siang saja baru jemput Aisyah di Daycare dekat rumah saya, Mami saya malah berkata sinis, "Ngapain sih, suka betul buang-buang uang." ... dan diiyakan oleh papa saya.
"Lahhh, maunya apa sih?", dalam pikiran saya. Kalau ada psikolog yang membaca tulisan saya ini, pasti paham benar beban psikis saya selama ini. Apalagi saya ditakdirkan memiliki suami yang juga tidak pernah ada untuk memberikan dukungan moral. Tapi sekali lagi harus ikhlas menjalani hidup, karena takdir itu dari Allah, berusaha merubahnya tidak akan bisa, karena sudah digariskan sejak manusia lahir ... yang bisa dilakukan hanya berusaha lapang dada berada di lingkungan ini.
Saya tidak pernah sama sekali berpisah dengan Aisyah, membiarkan Aisyah bersama dengan kakek - neneknya yang sudah memiliki kehidupan dengan cucu-cucu angkatnya itu saja tidak pernah seharian penuh tanpa saya, apalagi di Daycare dengan orang yang tdak Aisyah kenal. Bahagiakah saya? Jawabannya "tentu tidak!". Orang yang berperasaan pasti tahu itu. Sayangnya, saya yang sensitif dan berperasaan halus, berada di lingkungan yang salah, sehingga seringkali membuat saya merasa tertekan.
Saya terpaksa meletakkan Aisyah di Daycare, agar tidak membebani mereka dengan seorang anak lebih lama, paling tidak menjaga cucu kandung dari siang sampai malam lebih ringan daripada harus menjaganya sejak pagi. Karena seminar ini kebutuhan saya, saya ingin menjadi lebih maju. Selama ini ekonomi keluarga hanya bergantung pada suami saya, sedangkan saya memiliki anak yang butuh berkembang. Uang seorang suami bukan hanya milik istri dan anaknya, ia masih punya ibu, adik dan kakak, sedangkan uang seorang istri pasti jatuh ke tangan anaknya.
Sejak punya anak, saya tidak pernah beli baju sendiri, Mami saya yang selalu membelikan untuk saya, mungkin simpati juga karena anak perempuannya terlihat tidak terurus, hahahaaa, karena kebutuhan Aisyah sangat banyak, uang bulanan tetap yang diberikan Daddynya Aisyah, selalu saya sisihkan untuk pendidikan Aisyah. Apalah artinya sepotong baju dibandingkan pendidikan Aisyah. Aisyah beli baju pun jarang. Saya ingin membiasakan dia untuk mementingkan pendidikan dibandingkan barang-barang yang terlihat, bisa dipegang, bisa menjadi kenangan tapi tidak abadi. Semoga kelak Aisyah seperti saya ketika sudah menjadi seorang ibu, aamiin.
Itu alasan saya mengapa tetap ngotot mengikuti Workshop Writerpreneur tersebut meskipun banyak halangan. Motivasi menulis saya kembali berkobar, padahal baru hari pertama mengikuti seminar tersebut. Sebelumnya saya malas sekali menyentuh laptop, karena jenuh mengiringi keseharian saya, di rumah sepanjang hari, bersama balita yang sedang bawel-bawelnya, tanpa teman berbagi rasa, tidak ada yang mendengarkan saya berkeluh - kesah ... lihat saja bulan terakhir saya mengisi Blog ini. Mengisi Blog saja malas, apalagi menuangkan ide cerita ke dalam Microsoft Words, hihihiii. Sekarang saya malah sudah tidak sabar untuk menuangkan segala isi kepala saya ke dalam tulisan.
Hari kedua dimulai jam 9 pagi. Saya mengantar Aisyah terlebih dahulu ke Daycare sekitar jam setengah 8 kemudian baru langsung ke Panin Tower untuk registrasi dan segera cuzz ke Resto Aston untuk Breakfast.
Sebenarnya kami dapat menginap 2 malam di Aston Apartment. Saya satu ruangan dengan Yeyen di Apartment 2 bedroom ... tetapi saya tidak mungkin melepaskan tanggungjawab saya akan Aisyah hanya untuk ikut menginap di Apartment, sehingga saya memberikan buat Yeyen pribadi saja bersama keluarganya, saya ikut Breakfast-nya saja. Kamar kami di lantai 18, nomor 1802. Siapa tau suatu saat menginap di sana lagi, heheheee.
Seminar kali ini diisi oleh Mbak Novelis Oka Aurora dan Pak Sutradara Endri Pelita. Meskipun tidak begitu menggebu-gebu seperti Mba Kirana Kejora di hari pertama, karena keduanya berkarakter jauh lebih kalem, tetapi materi yang mereka bawakan tak kalah menarik. Oka Aurora membawakan materi menyusun sinopsis yang berkarakter film, dan Endri Pelita menyampaikan mengenai karakter novel yang layak untuk dijadikan sebuah film serta pengalaman-pengalaman beliau di lapangan.
Ini dua hari yang sangat berharga bagi saya. Di tulisan selanjutnya, saya akan berbagi tips yang saya dapat dari mereka untuk menjadi seorang penulis yang berkarakter film.
Sebenarnya 3 hari, tetapi kebetulan materinya sudah diberikan semua selama 2 hari sehingga hari ketiga hanya diberikan tempat sampai jam 10 pagi saja untuk konsultasi lebih lanjut sama ketiga mentor keceh, dan saya tidak datang di hari ketiga karena tidak tega mengganggu waktu tidur Aisyah. Sebenarnya saya ingin datang membawa Aisyah, hihihihiii. Tapi dia pasti tidur sangat malam karena menunggu saya. Saya tiba di rumah sekitar jam setengah 12 malam, dan dia sudah terlelap. Kasihan sekali melihatnya.
Mami keceh menjadi segar kembali. Saya akui sebelum ada acara ini kerjaan saya ngomel saja, marah melulu terhadap Aisyah, ciri-ciri emak butuh piknik, hahahaa, jenuh merajai keseharian saya, tapi setelah pisah sama Aisyah dua hari, duh rasanya kangennya bukan main. Seusai kelas musik yamaha, saya ajak dia ke CocoLand untuk membayar rasa bersalah saya karena meninggalkannya, meskipun sebenarnya tubuh saya pegal sekali. Kebetulan hasil tes laboratorium saya, livernya tinggi, sehingga kalau lelah berdampak pegal seluruh badan saya, ditambah selama seminar saya tidak menjaga makan, sayang soalnya kalau makanan enak-enak dianggurin (mencari pembenaran). Jujur deh, makanan Aston Balikpapan 'maknyus' semuanya, tak ada yang tidak enak, saya suka, apalagi balado-baladonya dan lada hitam, ada cumi goreng tepung pula, semuanya ya yang selera saya, diet selama ini terbayarkan dengan dua hari di Aston, duhhh.
Ini grup kami, bersama MC yang kocak, Mas Caca. Dia ini orangnya pendiam, tidak banyak bicara, tapi ekspresi wajah dia dan sikapnya saja bisa bikin kami tertawa. Dia melawak dengan ekspresi datar. Apalagi kelompok kami yang sebagian besar anak-anak muda ini, sangat ribut, sehingga mejadi bahan celetukan dia. Grup kami saja namanya 'sebentar lagi', karena tugas sinopsis yang diberikan oleh para mentor kelarnya selalu "sebentar lagi".
Ada satu kelompok juga yang tidak kalah kocaknya yaitu grup 'Haw haw'. Kami, orang Balikpapan, kalau menyebut seseorang 'haw haw', itu artinya orangnya pasti tidak jelas atau 'kurang-kurang' (kurang-kurang di Balikpapan menjadi 'beleng-beleng'), dan itu dijadikan nama grup oleh mereka, wkwkwkkk, yang terdiri dari orang-orang kocak juga.
Waktu mereka membacakan sinopsis di depan, sudah persis Stand Up Comedy, membuat yang sudah ngantuk melek kembali. Salah satunya adalah Mbak Chita Widjaya yang ada di foto samping ini, beramai-ramai dengan Grup 'Sebentar lagi'.
Intinya sangat menyenangkan. Mau lagi donk ikutan kalau diadakan oleh Balikpapan Ekonomi Kreatif kembali, sekalian para emak piknik sambil mendapat ilmu.
Eh, selain kami semua dapat menginap di apartment Aston, dapat sertifikat dan uang jajan pula, menyenangkan banget kan? Dan ilmunya tak lekang oleh waktu.
Saya juga tak melewatkan kesempatan untuk menghadiahkan novel karya saya yang berjudul 'Melupakan 98' kepada ketiga orang mentor keceh tersebut, baik mendapat testimoni maupun kritikan sama bermanfaatnya bagi saya. Karena keberhasilan orang hebat berawal dari kegagalan terlebih dahulu. Bagaimanapun kegagalan saya menulis kalimat-kalimat indah dalam sebuah novel, tetap menjadi kemenangan bagi saya karena sudah berusaha menulis dan menghasilkan karya utuh novel, dimana tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menyusun sebuah kalimat saja.
Terima kasih BeKraf, Pemkot Balikpapan, dan para mentor (Kirana Kejora, Oka Aurora, Endri Pelita), juga MC keceh Mas Caca, bersama team dari Jakarta, ... semoga suatu saat kita semua dipertemukan kembali di balik layar perfilman, aamiin yaa Rabb.
5 comments
wow, seru banget ya...
BalasHapusbagaimana dengan biayanya ya Mbak?
terjangkaukah?
terima kasih
Hallo Mom, sebenarnya katanya free, tapi kebetulan saya tidak tahu infonya. Syukurlah ada yang menelpon dan meminta saya untuk hadir, karena nama saya terdaftar dalam klub penulis Balikpapan, cerpen saya kan masuk di buku Antologi Balikpapan yang berjudul "Salome dan orang-orang Balikpapan."
HapusDibeli yaa Mom bukunya, sekalian promo, hihihiii. Hasil penjualan bukunya diserahkan kepada veteran Balikpapan, dapat buku sekaligus bersedekah.
Oo itu namanya mbak Yeyen ya, salam kenal.
BalasHapusDuhai, diriku masih ngedraft ini.. mudah2n 2 hari lagi selesai.
Keren ih dirimu mbak, udah punya buku sendiri. Aku jadi termotivasi, dua hari setelah acara aku belum bisa move on, seru banget. Malamnya ketawa terus.
Oya, salam kenal buat aisyah ya mami :)
Iyaaa.. Dulu ikut mentoring menulis, setiap hr hrs selesai naskah minimal 2 halaman, digojlok 😁😁😁 selama 30 hari. Acaranya wkt itu memang seru bgt yaa, byk kenalan lg. Semoga ntar ada lg dgn pembicara yg keren lainnya dan tema baru. Mantap! #writerpreneur
HapusAisyah sekarang bobonya nunggu Maminya ketiduran duluan jd agk susah jg mau ambil wkt buat nulis. Kl pas direwelin mendadak ngeblank, hihihihii.
Hapus