OYO Hotels Indonesia Bali: Tiada Harga Semahal Kerinduan Yang Dibayar Lunas
Hujan turun tak kenal henti, membasahi bumi membuat penghuninya memilih bersembunyi mencari kehangatan daripada terkena percikannya dan hembusan anginnya yang mampu menyelip di sela bulu-bulu halus pelindung kulit membuat hawa dinginnya merasuk ke dalam tubuh.
Aku memilih membolak-balik halaman novel misteri yang sudah kubaca berulang kali, yang isinya seputar pembunuhan berantai dimana sang detektif hebat mampu mengungkapkannya sepandai apapun sang pembunuh menyamarkan motifnya.
Bukan hanya novel yang kuutak-atik melainkan juga tubuhku yang gelisah tak menentu, galau memilih antara tetap berbaring, duduk, tengkurap, dan sebagainya.
Aku belum makan sejak tadi pagi, hujan telah mematahkan semangatku untuk bergerak di akhir minggu, saat libur perkuliahan.
Terasa nyeri hebat di perut membuatku nyaris memekik kesakitan, berdiri tegak tak mampu, hanya sanggup sedikit membungkuk sembari memeganginya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya mencoba membuka pintu kamarku.
Tak ada jalan lain, pikirku, selain mengunjungi kamar salah seorang teman kosku. Paling tidak, ia dapat meminta pertolongan kepada teman yang lain jika aku mendadak kehilangan kesadaran atau pingsan.
Jill, teman kosku yang berasal dari Ambon, kebetulan memang memiliki sakit maag yang berkepanjangan, berbeda denganku yang baru terserang sejak menjadi anak rantau karena tak menjaga pola makan, sehingga ia selalu memiliki stok obat maag cair di dalam kamarnya.
"Kamu sakit maag itu Nis, minum ini saja." Katanya setelah membuka pintu kamar dan menemukanku sedang kesakitan di depan kamarnya.
Satu sendok yang seketika menghilangkan nyeri di perutku itu juga merupakan satu sendok pertama yang menjadi saksi persahabatan antara aku dan Jill.
Ketika melihat sebuah iklan Blog Competition yang diadakan oleh OYO Hotels Indonesia dimana salah satu persyaratannya adalah menulis tentang salah satu kota yang ingin aku kunjungi saat ini, seketika anganku melayang menuju belasan tahun silam kala aku menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi yang berada di Pulau Dewata Bali sehingga aku mengalami hari-hari menjadi anak kos di rantau selama hampir 5 tahun.
Seperti kata Dilan kalau rindu itu berat, begitu jugalah perasaan yang sedang kupikul saat ini, yaitu rindu teman-temanku di sana.
Bahkan beberapa kawanku sesama perantau yang telah memutuskan untuk menetap di sana sering merekomendasikan beberapa Hotel di Bali sebagai tempat menginap.
"Ayo ke sini, nanti aku bantu booking-kan hotel! Biar dekat sama rumahku!" Kata salah seorang dari mereka.
"Ya kali, tunggu ada rezeki dulu, maklum sekarang sudah jadi 1 paket isi tiga, hahahaaa." Candaku membalas pesan whatsapp mereka.
Keadaan sudah tidak seperti dulu, waktu sangat cepat berlalu, sekarang aku adalah ibu dari dua orang anak, dan tidak bersuami. Anak pertamaku saja sudah berusia lima setengah tahun.
Kami bersahabat berempat, dan hanya seorang yang mampu mempertahankan biduk rumah tangganya hingga saat ini. Tiga orang termasuk aku merupakan wanita-wanita yang gagal dalam pernikahan, tetapi siapa sih yang bisa menyalahkan takdir?
Ini bukan pilihan, tak ada yang menikah untuk bercerai, tetapi takdir sudah tertulis untuk kami jauh sebelum kami dilahirkan, dan tak ada yang bisa dilakukan selain pasrah menerima kemudian terus melanjutkan hidup sebagai Single Fighter.
Jill dan mantan suaminya sudah sama-sama menemukan kebahagiaannya pada sosok yang lain, yaitu telah menikah lagi dan berbahagia. Sedangkan aku, sedikit terperangkap akan masa lalu.
Ada bagian yang membawa kerinduan masuk ke dasar hatiku namun ada juga bagian yang membuatku merasa bahwa itu tak seharusnya mampir dalam hidupku, namun saat menatap mata kedua anakku maka kalbuku menolak untuk menyesal.
Seringkali kita lupa untuk bersenang-senang karena larut dalam masalah yang sedang melanda. Mungkin aku memang butuh liburan dan hiburan, serta teman berbagi cerita saat ini.
Kebetulan disuruh berandai-andai nih, jika dikasih voucher diskon 70% oleh OYO Hotels Indonesia, aku mau pergi ke suatu tempat dimana murah bagi OYO tapi sangat bernilai bagiku.
Tak ada harga yang lebih mahal dibandingkan dengan kerinduan yang dibayar lunas.
Aku ingin pergi ke Bali, mengunjungi Nusadua dan menyusuri jalanan di Bukit Kampial kembali, tempatku dahulu menghabiskan masa remaja.
Kampial, bukit nan gersang, terik yang hampir selalu membara membakar rerumputan sehingga tampak tandus tepat di seberang kos-kosan dua lantai yang terdiri dari 18 kamar itu, menjadi saksi bisu kehidupan mahasiswa dan mahasiswi Kampus Bukit yang tinggal di sekitarnya.
Kalau dapat Hotel Murah di Bali, tentunya aku akan tinggal lebih lama dan mengobati seluruh kerinduanku di sana. Aku akan mengajak kedua anakku untuk berkenalan dengan masa laluku, dimana banyak pelajaran hidup yang aku dapatkan di sana.
Seorang anak Mami yang manja mendadak mandiri karena keadaan yang mengharuskan, yaitu jauh dari kedua orang tua dan harus mengelola keuangan sendiri, demi meraih pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Aku juga ingin melihat Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang konon kabarnya sudah dipersatukan menjadi satu kesatuan yang utuh. Tidak terbayang betapa besarnya. Patung Wisnu dan Patung Garuda yang masih terpisah saja sudah begitu raksasanya, apalagi jika telah disatukan.
Terakhir mengunjungi Pulau Dewata sekitar dua tahun lalu bersama keluarga besar, sehingga aku tidak bisa bebas bertemu dengan kawan-kawanku karena harus mengikuti jadual yang sudah diatur oleh mereka.
"Nanti ya, kalau aku pergi bareng anak-anakku saja, kita hang out bareng kemana gitu. Kalau sekarang tidak bebas. Sst ..." Bisikku ketika akhirnya aku bisa menemui mereka untuk waktu yang sangat singkat.
Sebenarnya ada satu ide gila yang bersarang di benakku. Aku ingin mengajak kawan-kawanku untuk menggunakan busana kuliah kami dan berfoto bersama anak-anak kami di studio foto. Tapi entah sudah dimana almamater kampusku itu, kecuali ada adik-adik yang masih menempuh pendidikan di sana bersedia meminjamkan kepada kami, itupun kalau muat, mengingat body kami yang sudah tidak bak gitar Spanyol lagi.
Bukan hanya persahabatan kami sebagai anak-anak rantau yang membuat rindu ini susah beranjak dari hatiku, melainkan juga tempat itu sendiri, dimana masih jelas dalam benakku suasana bukit yang tenang dan cerah yang selalu mengisi ulang semangat dalam dada kami setiap harinya.
Seandainya karena OYO Hotels Indonesia aku dapat hadir kembali di sana, aku akan memilih akomodasi di daerah Nusadua agar lekat dengan kehidupanku dahulu, dekat dengan kampus dan bukit gersang yang kurindukan itu, kemudian mengajak sahabat-sahabatku untuk ikut larut dalam kenangannya.
Berhubung banyak sekali akomodasi yang tergabung dengan OYO Hotels Indonesia, jadi aku bebas memilih dimana tempat untuk melewati malam.
Kata orang-orang yang pernah mengenalku, aku adalah sosok yang susah sekali move on, tetapi bagiku, tidak perlu bangkit dari sesuatu yang indah, karena aku memang mudah merasa sedih ketika berlalu dari hal-hal yang menyenangkan, namun sesuatu yang menyedihkan selalu berhasil membuatku langsung menguburnya dalam-dalam.
OYO Hotels Indonesia memang yang paling mengerti aku, kamu, dan kita semua.
#PastiAdaOYO Blog Competition.
2 comments
Belum pernah pake OYO, tapi dari sini seenggaknya sudah ada gambaran.
BalasHapusRecommended banget nih buat aku yang suka berburu penginapan
BalasHapus