Pembunuh Bocah 5 Tahun Masih Remaja dan Terduga Psikopat (Parenting)
Sumber Foto |
Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun membunuh anak berusia sekitar 5-6 tahun tanpa perasaan bersalah!
Kebetulan ia adalah penggemar film horror dan menyukai tokoh Chucky serta Slender Man. Bisa dilihat dari gambar-gambar yang ia coret di buku tulis dalam kamarnya setelah ia terungkap sebagai pembunuh berdarah dingin.
Slender Man adalah tokoh pria berwajah rata yang suka menculik anak dan melukai anak-anak.
Konon kabarnya, remaja tersebut sering temperamen dan suka menyiksa binatang di sekitarnya juga seperti menusuk katak atau cicak menggunakan garpu, bahkan melempar kucing miliknya dari jendela di lantai 2.
Berdasarkan pengakuannya, sudah beberapa kali naluri untuk membunuh bergelora dalam dadanya namun berusaha ia tahan, sampai pada peristiwa naas itu, ia tak sanggup lagi menahan diri untuk tidak melakukannya.
Sampai suatu ketika, si monster cilik mendapatkan mangsanya, seorang anak berusia 5 tahun yang merupakan tetangganya dan sering berkunjung ke rumahnya pun datang, sehingga ia dengan leluasa dapat menjalankan aksinya.
Si bocah lugu yang tidak tahu apapun, mengiyakan saja saat diajak pelaku untuk pergi ke kamar mandi. Siapa sangka justru ia dianiaya, dibenamkan kepalanya di dalam bak mandi lalu dicekik hingga tewas, serta disumpal mulutnya dan disimpan di dalam lemari bajunya. Betapa mengerikan!
Setelah berhasil melakukan sesuatu hal sadis yang menurutnya sangat menyenangkan itu, ia langsung memperbaharui statusnya di sosial media mengenai mayat anak yang ia simpan dalam lemarinya dan menertawakan orang-orang yang belum berhasil menemukan anak tersebut.
Betapa perilaku yang menyimpang telah ia alami, kondisi kejiwaan yang langsung dapat ditebak, bahwa remaja tersebut mengalami kelainan dan diduga sebagai Psikopat.
Sumber Foto |
Pada malam kejadian pembunuhan, ia sempat menulis, "Malam-malam Jumat begini apakah suka terbangun seperti Zombie?"
Dia juga memiliki papan tulis curhat di dalam kamarnya dan menurutku kalimat yang ia tulis adalah tulisan yang mengandung unsur seni seperti sebuah kalimat singkat, "Aku tidak marah, hanya tenggelam dalam emosi."
Kalimat curhatnya yang lain adalah "I'll learn to change my life, but I need more time. (Aku akan belajar mengubah hidupku, tapi aku butuh banyak waktu)."
Yang paling menyeramkan adalah tulisannya yang lain yaitu "All the Good Girls go to Hell."
Remaja ini terkenal pendiam, berprestasi di sekolahnya dan pandai berbahasa Inggris.
Aku pun mencari tahu penyebab seseorang menjadi Psikopat.
Beberapa web yang aku baca menyatakan bahwa tidak ada yang tahu persis apa yang menyebabkan seseorang menjadi Psikopat tetapi dapat menjadi kemungkinan berasal dari kombinasi faktor genetika, lingkungan dan interpersonal.
Berdasarkan Kompas dot Com adalah psikopat lebih merujuk kepada gangguan Anti Sosial yang kemudian bisa menimbulkan dampak-dampak berkelanjutan.
Ya, menurut tetangganya, si pelaku ini memang Anti Sosial.
Tak banyak yang bisa dilakukan untuk mengobati seseorang yang mengalami Psikopat, tapi kita bisa meminimalisir dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh penderita Psikopat.
Oleh karena itu lingkungan sekitar seseorang yang memperlihatkan dirinya sebagai Anti Sosial, harus aware, cepat dan tanggap.
Jangan abai terhadap perilaku anak yang menyimpang seperti kejam terhadap hewan misalnya, meski hewan itu hanya laron sekalipun.
Laron tidak mengganggu kok kita siksa, itu kan tidak benar. Jangan kita abai dan menganggap, "Biar saja, toh hanya Laron." (Ketika melihat anak kita tertawa-tawa menginjak tumpukan laron hidup di lantai hingga mati semua).
Anak-anak menginjak mati kecoa, yang difokuskan hanya pada kuman berbahaya yang ada di dalam tubuh kecoa yang mungkin berdampak buruk kalau terkena kaki si anak, bukan kepada tindakannya yang sebaiknya tidak dilakukan.
Apalagi jika melihat seorang anak yang melempar kucing peliharaannya sendiri dari jendela lantai 2 rumahnya. Sudah jelas itu menyimpang.
Dan yang melakukannya adalah remaja usia 15 tahun!
Kemudian seringkali aku dengar kata-kata orang tua jaman dulu, yaitu "Aku mengajar kalian sama polanya, mengapa dia bisa sukses dan jadi anak baik, sedangkan kamu tidak?!"
Itulah kesalahannya!
Teori dari mana kalau kita harus menerapkan pola asuh yang sama kepada semua anak kita?
Karena semua artikel psikologi anak yang aku baca, tidak ada satupun yang membenarkan untuk menggunakan pola asuh yang sama kepada setiap anaknya.
Setiap anak berbeda, punya persentase genetik dari orang tuanya yang berbeda, karakteristik yang berbeda, kepribadian yang berbeda, kecenderungan melakukan sesuatu hal yang berbeda-beda pula!
Ada anak yang kalau dimarahi dengan keras sudah lupa, namun ada anak yang saat dimarahi dengan keras mendendam hingga dewasa, ada juga anak-anak yang langsung mencari pelampiasan di luar rumah.
Oleh karena itu selain faktor genetik, faktor lingkungan adalah yang paling berperan besar terhadap perkembangan mental anak.
Ada juga yang berkata, "Ah dulu aku sering nonton film yang sadis-sadis tapi besarnya juga tidak jadi orang yang sadis."
Jangan lupa bahwa setiap anak itu berbeda, ada yang bermental baja tapi juga ada yang lemah, ada yang mudah terpengaruh dan ada yang tidak, bahkan ada yang pada dasarnya sudah memiliki kecenderungan menyimpang dalam dirinya sehingga faktor-faktor eksternal seperti tontonan sadis tersebut menjadi pecut baginya untuk dapat melakukan hal yang sama agar terlihat hebat oleh orang lain.
Sumber Foto |
Kecenderungannya menyukai film-film yang bergenre horror, tokoh-tokoh yang seram, merupakan penunjang saja, karena pada dasarnya remaja tersebut sudah memiliki sisi kejam dari dalam dirinya.
Tapi kalau aku, mending anakku tidak sengaja melihat orang ciuman di TV daripada melihat orang membunuh di TV. Kalau bisa tidak keduanya ya lebih baik. Itu sebabnya juga aku suka protes kalau orang tuaku menonton film thriller dan horror pada siang hari, dimana anak-anakku masih berkeliaran dengan bebas. Tapi namanya orang tua susah diberitahunya, heheheee, lebih ngototan mereka biasanya, meskipun pada akhirnya diganti dengan tidak rela karena dianggap merampas hak masa tua mereka untuk bersantai dan melakukan apapun yang mereka suka.
Yah apa boleh buat jika di rumah ramai anak-anak usia sekolah. Hihihiii ... yang tua ngalah dululah.
Karena percuma orang tuanya berjaga setengah mati jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Setelah ada kejadian, yang pertama ditanya tentu orang tuanya, tidak mungkin orang lain yang akan disalahkan.
Apalagi sepertiku, 'Single Mom', aku penanggung jawab tunggal atas perilaku anak-anakku kelak.
Bismillah ... jalan masih panjang.
Jadi untuk kasus ini yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana kehidupannya bersama keluarga?
Ada berapa anggota keluarga di dalam rumah? Kalau banyak anggota keluarganya, mengapa ia bebas melakukan aksinya di rumah?
Anak ke berapakah dia?
Apakah orang tuanya juga orang yang Anti Sosial? Apakah orang tuanya tersebut pernah melakukan penyalahgunaan zat? Apakah orang tuanya bercerai atau sering bertengkar? Apakah remaja ini sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya? Apakah dia sering melihat orang tuanya melakukan kekerasan? Apakah ia punya trauma masa kecil? Dan sebagainya.
Lalu apakah orang tuanya tidak memperhatikan bahwa ada yang salah dari dalam diri anaknya? Kemana orang tuanya? Apakah keduanya masih hidup? Apakah dia anak yatim atau malah yatim piatu sehingga dibiarkan saja tenggelam dalam kehidupannya sendiri karena memang tak ada yang dapat diserahi tanggung jawab untuk mengawasinya lagi?
Aku sebagai orang tua memutuskan untuk tidak menghujat lebih dalam kepada perilaku remaja tersebut karena menurutku perbuatannya lebih condong kepada gangguan kejiwaan.
Tapi juga tak ingin terlalu jauh menjudge lingkungan tempat anak itu tinggal, hanya mengutarakan pertanyaan-pertanyaan yang bersemayam di benakku saja.
Mengapa remaja yang sudah diketahui memiliki perilaku aneh dalam kesehariannya tidak lebih diperhatikan lagi kehidupannya, melainkan dibiarkan saja tanpa ada penanganan lebih lanjut sampai akhirnya memakan korban jiwa yaitu anak usia 5 tahunan, tetangganya sendiri.
Sebuah penyesalan yang kini bersarang di dadaku.
Seandainya lingkungan sekitarnya lebih aware.
Seandainya remaja tersebut mendapat penanganan lebih dini.
Seandainya saja saat ia melakukannya langsung ketahuan oleh orang rumahnya.
Atau mungkin saat terjadinya memang tidak ada sama sekali orang di rumahnya.
Seandainya saja balita usia 5 tahun itu tidak berkunjung ke rumahnya.
Betapa kisah ini menjadi pembelajaran bagi kita semua untuk lebih tanggap terhadap lingkungan sekitar kita.
Indonesia wajib berduka, karena di tengah kita semua ternyata telah tumbuh Remaja Psikopat, seseorang yang Anti Sosial dan sudah sempat memakan korban tanpa rasa menyesal telah melakukannya.
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Semoga arwah tenang di sisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan yang cukup.
Turut berduka cita atas meninggalnya anak usia 5 tahun itu, turut berduka cita juga karena di tengah-tengah kita ternyata tumbuh Remaja Psikopat.
#Opiniku #RemajaBunuhAnak #SawahBesar #JakartaBarat #Pembunuhan
6 comments
Sediiiih banget bacanya.. membayangkan seandainya aku menjadi orangtua si korban, ato orang tua si pelaku. :(. Setuju kalo sebagai ortu, kita ga bisa menyamaratakan anak. Mereka berbeda, bahkan kembar identik sekalipun bisa aja jauh berbeda sifatnya. Jujur aja aku kaget pas tau pelakunya remaja wanita :( . Semoga ini bisa jd pelajaran utk semua orang tua, agar lebih aware dengan tingkah polah anaknya ..
BalasHapusIya betul banget Mom.
HapusKami semua pun terkejut saat mengetahui bahwa remaja perempuan yang telah melakukannya. Saat saya bilang sama Mami saya bahwa "Anaknya cantik pula."
Mami saya langsung shock dan berkata, "Loh, anak perempuan?"
Sedih ya Mom. T_T
Aku gak mengikuti berita ini sampai mendetil. Karna dalam benak, kupikir pelakunya adalah anak laki-laki. Setelah membaca ini aku kaget. Ternyata pelakunya perempuan.
BalasHapusBenar, mendidik anak itu tidak mudah karena karakter anak itu berbeda, pun dengan anak kita sendiri. Orangtua sekalipun kadang tidak memahami karakter anaknya, mungkin karena kesibukan bekerja. Yang penting anak cukup uang jajan, makan, dan hobinya.
Miris kalau orangtua sampai kecolongan begini.
Intinya kita sama-sama saling memerhatikan. Peduli terhadap lingkungan tetangga.
Anak balita, main di mana, dengan siapa, jangan sampai lepas dari penglihatan mata orang tua.
Betul Mom. Kabar terbaru yang saya dengar kalau orang tua korban dan orang tua pelaku sama-sama sedang keluar rumah berjualan kue. T_T
HapusAduh sedihnyaa ... sudah memang takdir, korban bertemu dengan pemangsa saat tak ada siapapun di sana. T_T
Ngeri sekali melihat, dan membaca kabar tersebut. Aku masih ingat betul ketika nonton film Bride of Chucky. Rupanya, remaja itu (menurut polisi) terinspirasi tokoh Chucky. Sungguh mengerikan...
BalasHapusSaatnya lebih ketat sama anak ketika main Gawai ya Mba?
Salam...
Lebih tepatnya Slenderman, Mas. Pria berwajah rata yang suka menculik dan melukai anak-anak. Betul sekali Mas, harus ekstra ketat filter tontonan anak-anak jaman now ini. Karena saat hari raya korban pun, saya nggak ijinkan anak saya langsung melihat proses pemotongannya karena anak-anak belum mengerti hikmah atau cerita dibaliknya, yang mereka tangkap hanya pisau yanh menyembeleh leher sapi dan menyebabkan si korban mati. Menurut saya belum cukup usia mereka untuk bisa paham.
HapusOh iya perkembangan terbaru adalah Psikolog yang memeriksa NF menyatakan bahwa NF tergolong Sosiopat, bukan Psikopat.
Saya akan coba bahas ini juga di tulisan berikutnya.