Dia Pergi Bukan Tuk Kembali - Menentukan Pilihan Dalam Hidup
Ilustrasi, design by me (Canva).
Beberapa kali menjadi orang yang pergi dari kehidupan seseorang, membuatku sangat memahami perasaan itu.
Jika aku ingin, maka aku tak akan pergi, tetapi jika aku tak ingin, tak ada yang dapat menghalangiku untuk berlari dan bersembunyi.
Dulu aku pernah menjalin hubungan kekasih dengan pria yang berbeda agama denganku. Kami terlalu dekat hingga aku takut kami tak dapat saling melepaskan lagi.
Dia lelaki satu-satunya dalam keluarga, sedangkan aku anak perempuan satu-satunya di keluargaku. Dia punya tanggung jawab besar terhadap keluarganya, sementara aku tak mampu menanggung rasa kecewa keluargaku jika masih bertahan.
Aku memutuskan untuk pergi dari hidupnya, hanya berbekal pesan singkat yang aku kirimkan melalui ponsel nokiaku. Kawan-kawanku juga turut membantu menyembunyikanku darinya.
Begitulah, kadang ada hal-hal yang tak bisa dipaksakan dalam hidup, seperti perbedaan agama. Walau ada juga yang menjalankannya dalam sebuah pernikahan, namun bagiku, untuk mencapai tujuan pernikahan yang sesungguhnya, hanya bisa diwujudkan oleh pasangan yang sepaham dalam hal agama.
Aku memilih untuk pergi, memutuskan hubungan kami. Sekeras apapun dia mencariku, dia tak akan menemukanku.
Memang tidak menjamin bahwa setiap pernikahan yang dijalankan oleh sejoli yang sepaham dalam agama, juga berjalan dengan sangat mulus. Tapi bagiku saat itu, yang terpenting adalah awal dalam menjalaninya, karena setiap rumah tangga pasti mengalami lika-likunya masing-masing di tengah perjalanan.
Namun jika awalnya saja sudah tidak sejalan, masalah kecil dapat menjadi besar dengan mudah.
Aku memutuskan menikah dengan pria yang baru aku kenal selama satu bulan, pada usiaku yang ke 28, untuk menghindari godaan dunia pacaran yang aku rasa akan sangat menjerumuskanku. Kebetulan dia juga langsung datang pada orang tuaku untuk melamar, dan kami satu agama.
Sebenarnya kami sudah saling tahu sejak setahun sebelum dia melamar, melalui rekan sejawatku, tapi kala itu aku masih punya kekasih, sampai pada saat aku putus, mendadak dia mengirimkan pesan singkat melalui media BBM kepadaku.
Ternyata perkenalan itu membawa kami ke dalam pernikahan. Dia langsung mengutarakan niatnya kepada orang tuaku untuk melamar, bahkan tak lama setelahnya membawa orang tua serta paman-pamannya datang ke rumah untuk memintaku secara resmi.
Tentu tak mungkin juga aku terima jika aku tak suka padanya saat itu. Selama sebulan perkenalan kami, kelucuannya yang agak 'garing' pun membuatku tergugah. Tapi siapa sangka kalau pernikahan kami berjalan sangat singkat, yaitu hanya 6 tahun.
Jadi itulah kedua kalinya aku memutuskan pergi dari kehidupan seseorang.
Ketidak-cocokan kami selalu membawa pertengkaran sejak awal pernikahan. Walau pada mulanya aku selalu menahan diri, namun pada suatu ketika akupun disadarkan dari tidurku.
Dalam pernikahan kami ternyata banyak menimbun kebohongan serta kepalsuan. Dan hal-hal itu bukanlah hal yang mudah untuk aku tolerir, sehingga dengan teguh aku langsung memutuskan berpisah.
Dia tidak bersedia. Tetapi kalaupun saat itu ia berhasil menahan kakiku untuk tak melangkah pergi, tapi hatiku sudah telanjur lari menjauh darinya. Kebencianku padanya sudah tak mampu aku bendung setelah mencapai puncaknya, sehingga aku benar-benar tak akan bisa bersamanya lagi.
Sejauh apapun berlari untuk mengejar, yang mau pergi pada akhirnya akan pergi juga ... walaupun pada saat ini ia memutuskan untuk tidak pergi, namun ketika ada kesempatan, ia akan lari dan bersembunyi kembali. Maka berhentilah mencari, jika ia mau, ia pasti kembali. - Annisa Tang -
Mengetahui aku telah terlebih dahulu mengalami prahara rumah tangga dan berpisah, beberapa kawan sempat datang padaku untuk menceritakan tentang perbuatan suaminya, dimana kebanyakan kasusnya adalah perselingkuhan.
Tapi pada akhirnya mungkin mereka menganggap bahwa aku bukan pemberi saran yang baik, karena aku selalu mengarahkan mereka untuk berkunjung ke pengadilan agama ketika mereka mengeluh mengenai hal itu.
Yah, bagaimanapun aku sekedar bercermin pada diriku sendiri. Jika kita tak mampu bertahan, maka jauh lebih baik mundur. Meskipun sakit pada awalnya, namun setidaknya setelah itu hidup akan jauh lebih tenang, tidak dibayangi oleh perihnya hati lagi.
Seandainya ada anak-anak pun dalam kehidupan kita, mereka akan jauh lebih bahagia jika hidup bersama dengan Single Mom yang happy daripada seorang ibu yang murung di tengah keluarga lengkap. Lengkap namun belum tentu utuh bagi seorang anak.
Dan menurutku, tipe suami peselingkuh itu ada dua macam, yaitu yang satu macam adalah dia ingin memiliki istri dan simpanannya sekaligus. Bahkan ketika sang istri memintanya untuk memilih, dia akan pura-pura memilih istrinya, sementara masih menjalin hubungan dengan yang lain di luar sana.
Sedangkan jenis pria peselingkuh yang lainnya adalah lebih berat pada simpanannya, sehingga walau sang istri memohon padanya untuk menentukan sikap, dia justru memilih untuk pergi dengan yang lain, meninggalkan istri, bahkan anak-anaknya.
Aku sendiri adalah sosok yang pernah memilih untuk pergi dari kehidupan dua orang lelaki yang sempat hadir dalam hidupku, sehingga aku mampu memahami itu. Aku mengerti bahwa seseorang yang telah memutuskan untuk pergi, tidak akan pernah kembali lagi.
Jadi walaupun aku kini mencintai seorang lelaki, aku tak akan menahan egoku, demi memelihara kesengsaraanku seorang diri, dengan memilih tetap bersama pria yang tak lagi mencintaiku.
Jika dia sudah memutuskan untuk berlari jauh dariku, maka dia tak akan pernah datang kembali ke sisiku. Dia tak akan dengan suka rela mengiringi langkahku lagi. Satu-satunya hal yang dapat aku lakukan, hanyalah membiarkannya pergi.
Bersama dengan orang yang tak bahagia di sisimu, hanya akan memberikanmu ketidak-bahagiaan juga.
2 comments
Mbaaaa, ini bener bangettttt. Pernikahanku yg pertama gagal. LDR Krn aku kuliah di LN, bikin si mantan ga kuat dan milih selingkuh. Buatku yaaa, aku ga akan mikir lama utk memaafkan seseorang, kecuali perselingkuhan. Mungkin aku bisa maafin, tp jgn harap aku mau balik JD istrinya, ga akan pernah. Buatku kepercayaan udh hancur. Dan kalo ga ada lagi rasa percaya, buat apa pertahankan pernikahan. Mau ada anak ato ga, aku bakal milih cerai. JD pas tau si mantan berulah, bhaaay.. aku lgs minta pengacara papa urus semuanya, Krn ngeliat dia aja aku ga mau.
BalasHapusBuatku, ga ada gunanya juga bertahan Ama cowo selingkuh. Krn bener kayak kata mba, dia pasti ngelakuin lagi.. pas pacaran, aku masih bisa terima, Krn itu masa2 utk mencari yg terbaik. Tp saat nikah masih main api, berarti karakternya memang rusak.
memang kiat berhak bahagia, apapun alasannya bukan saja selingkuh kalau kita gak bahagiapun lebih baik pisah daripada hidup kita terkukung dalam kesedihan dalam sautu pernikahan. aku salut dg yang mau dan bearni keluar dari pernikahan yang gak bahagia, banyak temenku malah bertahan walau mereka gak bahagia. kasihan dan aku jadi pendengar mereka berkeluh kesah
BalasHapus