Ceritaku dan Anjing Peliharaanku Dahulu
Anak anjing peliharaannya teman adikku yang dibawa main ke rumah. Sumber Foto: Pribadi |
"Maaf slow respon, kucingku mendadak sakit nah, jadi harus dibawa berobat dulu."
Salah seorang kawan blogger yang biasa kami sapa dengan 'Kak Ros', bernama lengkap Rosanna Simanjuntak, mengirimkan pesan singkat melalui WA Grup kami mengenai kondisi terkini hewan peliharaannya tersebut.
Hal itu membuatku sedikit mengungkit mengenai Lassie, si anjing kecil yang ditemukan oleh mantan suamiku, dan aku rawat hingga sehat dahulu.
Kebetulan kucing Kak Ros dan si Lassie sama-sama sempat dirawat di Klinik Jose yang berada di Sungai Ampal, dan kini kucing Kak Ros akan dibawa berobat lagi ke sana.
Kemudian Kak Ros menyadarkanku dengan pertanyaannya, "Wah, sudah diceritakan di blog belum?"
Tahapan penyembuhan Lassie mulai dari ditemukan. Sumber Foto: Pribadi |
Aku benar-benar belum bercerita apapun tentang Lassie di blog, so sad. Karena sepanjang pernikahan, aku hanya sibuk mengalihkan hati, pikiran, dan kegalauanku, melalui video-video sindiran yang sengaja kubuat dan kusebarkan di sosmed saja, sehingga aku sering lupa untuk mengisi blog-ku.
Blog yang aku kelola keseringan kuisi seputar event atau seminar yang usai aku ikuti, atau untuk kebutuhan promosi, endorsement dan kompetisi saja. Sementara lupa mengisi dengan keseharianku bersama anak-anak dan hewan peliharaanku.
Lassie bersama Blacky, anak anjing yang dititip oleh adikku di rumahku. Lassie risih tapi Blacky kegirangan. Hehehee ... Sumber Foto: Pribadi |
Awal mula aku dan Aisyah bertemu Lassie adalah ketika daddy-nya menelponku dan berkata, "Ada anjing kecil yang suka main ke warnet sini, anjing bagus tapi nda ada yang urus, badannya luka-luka. Dia ngikutin aku terus."
Serta merta aku langsung memintanya untuk membawanya pulang ke rumah saja.
Setiap orang yang mengenalku tahu pasti bahwa aku tak pernah bisa tega terhadap hewan peliharaan berbulu seperti Lassie.
Lady
Awalnya aku suka dengan hewan anjing sih, ketika dulu, saat aku masih kecil, salah seorang om-ku pernah membawa pulang anak anjing kampung yang dia temui di jalan.
Anak anjing itu membuatku jatuh hati, begitupun dengan mamiku.
Kami memberinya nama Lady. Sayang kami nggak punya satu pun fotonya karena dulu masih menggunakan kamera berklise sehingga tidak bisa sembarang memotret.
Kamera Canon kami saat itu, selalu terisi dengan Fuji Film 36, tetapi papaku akan sangat marah jika kami memotret sembarangan, karena isi film tersebut dipersiapkan untuk memotret proyek-proyeknya.
Nah, Lady ini tumbuh dewasa dan kemudian beranak pinak di rumah kami, lebih tepatnya di kantor papa. jadi kantor papaku selalu ramai dengan anak anjingnya si Lady.
Kebetulan kantor papa berada di rumah juga (rukan gitulah konsep rumah kami dulu).
Tapi sayang banget beberapa anaknya ada yang diracun, ada yang diculik, bahkan ada yang dibunuh. Pokoknya setiap aku bangun pagi itu, ada saja yang mati atau hilang.
Aku masih ingat jelas seekor puppy-ku yang tewas dan sudah kaku di bawah pohon kelapa.
Entah bagaimana nasib Lady, aku tidak begitu ingat dengan jelas, tapi yang aku ingat, hanya ada tersisa dua ekor anaknya Lady yang mendadak hilang, tapi belakangan kuketahui kalau puppies-nya tersebut dikirim untuk menjaga kebun kami yang berada di kilo, agar bebas dari gangguan babi hutan, kancil dan kijang.
Dulu kami memiliki kebun jeruk Pontianak dan kebun jagung yang cukup luas di Km 12,8.
Papaku diam-diam mengirim mereka ke sana karena tahu pasti bahwa aku tak akan pernah mengijinkannya.
Peking dan Bearded Collie
Setelah Lady dan anak-anaknya, aku juga pernah diberikan anjing jenis peking oleh teman papaku yang pindah keluar kota. Sayang banget si peking sering lepas ke jalan.
Suatu hari si peking pernah dikembalikan oleh tukang bangunan yang kebetulan sedang bekerja di dekat rumahku, tapi kali lainnya si peking tak pernah kembali. Pasti sudah diambil oleh orang yang ingin memeliharanya atau malah ingin menjualnya. So sad.
Papaku dulu kan kontraktor Total, sehingga banyak banget teman atau relasi papa di Total.
Suatu saat kawan papaku akan pindah keluar kota, kalau tidak salah aku memanggilnya Om Chandra, tapi aku lupa wajahnya.
Beliau menawarkan anjing pekingnya untukku karena sangat tahu bahwa aku penyuka doggy. Dengan senang hati aku terima, namun berujung patah hati karena si peking hilang.
Aku memanggil si peking ini Poppy, kalau tidak salah lagi (terpeleset dari kata Puppy).
Setelah si Poppy ini, ada lagi teman papa yang sudah berusia lanjut, berencana untuk pindah ke Jawa.
Kalau yang ini aku masih ingat orangnya walau samar. Maklum, aku kan masih kecil saat itu. Paling besar saat itu aku hanya berusia paling 7 tahun saja.
Mereka adalah pasangan tua, karena rambutnya sudah mulai memutih.
Anjingnya pun sudah tua, sepertinya jenis Bearded Collie, barusan aku searching, karena yang kuingat itu hanyalah tingginya semeja makan, trus bulunya itu sangat lebat berwarna putih dan lurus turun semua macam janggut.
Papaku langsung menolaknya karena beliau tidak bakal bisa makan kalau ada anjing besar di rumah, apalagi tingginya mencapai meja makan. Padahal saat itu aku sudah menunjukkan wajah memelas.
Bedanya anak dulu dan sekarang ya? Kalau anak dulu, hanya berani nangis dan ngamuk setelah sampai rumah, sedangkan anak sekarang berani ngamuk di depan orang lain, hehehe.
Beauty (Byuti)
Kemudian saat aku kuliah di Nusadua, aku jatuh cinta sama anjing Kintamani betina yang berusia 2 bulan saat itu, berwarna coklat dengan telinga lunglai dan berbulu cukup tebal.
Saat itu Byuti dijual seharga Rp.200.000,- di Denpasar.
Aku lupa tepatnya ada dimana, tapi kalau nggak salah Byuti ini dijual di Pasar Burung Satria - Veteran deh, dan langsung membuat aku jatuh hati.
Sementara sahabatku Jill, mengambil seekor anjing ras Kintamani yang jantan, berwarna hitam dengan sedikit warna putih di bagian kaki-kakinya (kalau tidak salah), dan dinamai Snoopy.
Kebetulan Snoopy juga akrab denganku sampai dewasa.
Byuti yang cantik, lucu dan paling setia dari semua hewan yang pernah aku pelihara. Sumber Foto: Pribadi (N3660) |
Tanpa sepengetahuan keluargaku, aku membelinya dan memeliharanya di kamar kos, namanya Byuti.
Kami tidur bersama, bahkan makan pun berbagi. Akrabnya melebihi akrab sama saudara deh pokoknya.
Tapi sebagai anak kos, uang yang dikirimkan oleh orang tuaku kan juga termasuk pas-pasan untuk biaya hidupku selama sebulan, sehingga saat jam makan, aku selalu membagi dua nasi campurku.
Separuh untukku dan separuh lagi untuk Byuti. Bahkan Byuti makan sambel sepertiku, OMG.
She's so special!
Byuti di depan pintu kamar kosku. Sumber Foto: Pribadi (N3660) |
Dia tumbuh besar di depan mataku, dimana aku sempat terkejut ketika melihat ada ceceran darah di depan kamar kosku yang ternyata si Byuti sedang mengalami haid untuk pertama kalinya.
Aku memeluknya seperti melihat anak sendiri sedang datang bulan pertama.
Sayang sungguh sayang, 4 bulan menjelang kepulanganku ke Balikpapan, aku memutuskan pindah kos terlebih dahulu, sementara bapak kosku yang baru tidak menerima hewan peliharaan.
Di samping itu, walaupun orang tuaku pada akhirnya tahu bahwa aku memelihara seekor doggy di kos, mereka tidak akan mungkin mau mengeluarkan uang yang cukup besar untukku membawa pulang Byuti.
Biaya membawa pulang hewan peliharaan, sebesar dua kali tiket pesawatku ketika itu.
Aku membutuhkan pet cargo, sertifikat vaksin, dokumen perijinan, dan membayar satu tiket pesawat.
Byuti yang selalu mengintipku dari sela horden pintu kamarku. Sumber Foto: Pribadi (N3660) |
Aku pun mencari orang yang bersedia memelihara Byuti dengan berkeliling menempelkan flyer pada tiang-tiang listrik seputaran tempat tinggalku, sampai akhirnya aku bertemu sama orang yang menelponku dan mengatakan kalau dia bersedia mengadopsi Byuti untuk menemani anjingnya di rumah.
Saat berkunjung ke rumahnya, aku langsung yakin bahwa Byuti pasti dirawat dengan baik karena si Poppy, anjing hitam putih miliknya memiliki bulu yang halus banget, tidak seperti Byuti yang bulunya keset.
Setiap hari doggy-nya mengkonsumsi vitamin bulu. Aku mengetahuinya karena Byuti ditawarkan untuk ikut memakan vitamin tersebut setelah si Poppy makan dengan lahap.
Sayangnya Byuti menolak untuk membuka mulut. Mungkin dia merasa tidak nyaman dengan orang yang baru dia temui ketika itu, atau dia sudah memiliki firasat bahwa aku akan meninggalkannya di sana.
Foto terakhir bersama Beauty sebelum dia kutinggalkan di rumah keluarga barunya. Sumber Foto: Pribadi (N3660) |
Aku ikut menangis waktu Byuti yang kutinggalkan berusaha mengorek-ngorek pagar rumah orang itu untuk menemuiku, dengan suaranya yang terdengar sangat memilukan itu. Karenanya, berhari-hari pula aku jadi susah tidur.
Alhamdulillah, ketika terakhir, sekitar tahun 2009 atau 2010, aku mencoba menghubungi majikan baru Byuti, beliau bersedia mengirimkan foto-foto Byuti, dan hatiku lega banget karena Byuti hidup bahagia di sana.
Foto terakhir yang kuterima, kabar terakhir yang kutahu tentang Byuti. Byuti bersama keluarga barunya. Sumber Foto: Pribadi (dikirimkan melalui BBM ketika itu) |
Hachiko
Kemudian setelah sekian lama tak bergaul dengan hewan paling setia itu, ketika aku sudah bekerja di sebuah bank, adikku sengaja membawa pulang anak anjing kampung dan mengatakan padaku bahwa anak anjing tersebut milik temannya yang dititip sementara di rumah kami, sebelum nantinya akan dijual ke rumah makan RW.
Dia tahu benar kalau kakaknya ini akan bersikap seperti apa jika berkaitan dengan para doggy.
Hachiko ketika masih anakan dan baru menjadi anggota keluarga kami. Sumber Foto: Pribadi |
Mendengar pernyataannya, tentu saja mata ini terbelalak dan menolak untuk mengembalikan anak anjing yang sudah telanjur bermain di teras rumahku itu.
Aku pun memberinya nama Hachiko karena ketika itu sedang ramai pembicaraan mengenai movie yang dimainkan oleh Richard Gere tentang seekor anjing setia dengan ras Akita bernama Hachiko.
Hachiko bersamaku hingga dewasa, namun kemudian, setelah melewati banyak pertimbangan, terpaksa kami memberikan Hachi kepada teman papaku untuk menjaga kebunnya di kilo.
Selain kami berasal dari keluarga muslim yang seyogyanya dapat menjaga jarak dengan hewan peliharaan lucu tersebut, kami juga merasa iba dengan Hachiko yang harus hidup menggunakan rantai karena rumah kami yang berada di tepi jalan besar ketika itu.
Dia dirantai karena kami khawatir dia tertabrak kendaraan yang melintas dengan laju untuk menanjak di jalanan tepat di depan rumah kami, atau dia menjadi penyebab anak-anak tertabrak kendaraan.
Karena saat tidak dirantai, dia suka iseng mendekati anak-anak yang terlihat takut kepadanya. Hachiko sih ingin mengajaknya bermain saja, tetapi tidak semua anak bisa akrab dengan hewan seperti Hachiko.
Hachiko ketika masih bersamaku (kiri) dan Hachiko ketika kami antar ke kilo (kanan) T_T . Sumber Foto: Pribadi |
Lassie
Yang terakhir adalah Lassie, anjing peliharaan yang sempat kuceritakan di awal paragraf tulisan ini.
Lassie ditemukan oleh Daddy-nya anak-anak di dekat warnetnya, dalam kondisi luka parah di sekujur tubuhnya. Dugaanku sih karena terseret oleh banjir atau keseret oleh kendaraan yang melintas.
Kebetulan daerah warnet kami adalah daerah yang rawan banjir. Setiap hujan pasti air akan naik.
Aku memberinya nama Lassie karena jaman dulu ada film yang berkisah tentang seekor anjing bernama Lassie.
Betapa terkejutnya aku melihat kondisi Lassie ketika pertama kali dia menginjakkan kaki di rumahku.
Aku merasa tidak bersalah sama sekali ketika memutuskan untuk membawa Lassie ke rumah, karena niatku baik, yaitu aku ingin menyelamatkan hidupnya.
Lassie ketika pertama kali kami temukan, langsung kuberikan betadine pada luka-lukanya. Sumber Foto: pribadi |
Padahal Lassie merupakan ras Shihtzu yang notabene bernilai cukup besar, tetapi sekujur tubuhnya dipenuhi oleh koreng. Sungguh sakit hati aku melihatnya.
Pertolongan pertama yang kuberikan padanya saat itu adalah memberinya betadine dan membelikan makan-makanan doggy.
Tidak lupa aku juga memberikannya snack denta stix yang kuingat dulu sangat disukai oleh Byuti dan Hachiko.
Awalnya aku pikir luka-lukanya tidak akan membawa dampak yang buruk terhadap kesehatannya, tapi sungguh sayang, semakin hari Lassie terlihat semakin lemah, dan aku menjadi sangat khawatir.
Akhirnya setelah berdiskusi dengan ayahnya anak-anak saat itu, kami memutuskan untuk membawa Lassie ke Klinik Jose.
Saat itu yang menangani Lassie untuk pertama kalinya adalah dokter perempuan. kebetulan dua orang dokter di Klinik Jose adalah suami istri, tapi yang menangani Lassie terlebih dulu adalah sang istri.
Kata dokternya, Lassie sudah mengalami miasis, dimana lukanya sudah infeksi karena terlalu dalam dan digerogoti oleh belatung.
Aku bergidik geli ketika sang dokter mencabut satu persatu belatung dari dalam kulit Lassie.
Kata dokternya ini lukanya harus dijahit, dan beliau memintaku untuk memutuskan apakah Lassie akan dirawat jalan ataukah dirawat inap.
Kami pun memutuskan agar Lassie dirawat inap saja karena kami memiliki anak balita juga di rumah. Takut Lassie tak terurus dengan baik dan juga khawatir kalau ada hewan sakit di rumah sementara anak balita kami senang sekali memeluk.
Lassie ketika dirawat di Jose Klinik. Yang warna ungu itu adalah obat dari dokternya. Sumber Foto: pribadi |
Biaya untuk perawatan Lassie sekali rawatnya sekitar 2,5 Juta, kalau nggak salah menginapnya sekitar 6 harian begitu. Tapi ada dua kali Lassie dirawat inap karena lukanya basah lagi.
Maklum, kalau malam Lassie tidur di teras belakang rumahku, sedangkan tampias hujan kalau deras turut membasahi teras rumahku tersebut. Akhirnya untuk keseluruhan perawatan Lassie, kami menghabiskan biaya sekitar 5 Juta Rupiah.
Tentunya belum termasuk biaya hidup Lassie, kandang, pet cargo, grooming, serta rawat jalan Lassie karena masih terus kontrol ke klinik.
Lassie habis digundul oleh Jose Klinik karena bulunya yang menggumpal. Sumber Foto: pribadi |
Sampai suatu saat aku hamil anak kedua, dan kehamilanku kali ini tidak berjalan lancar lagi, karena aku terkena demam berdarah saat usia kehamilanku menginjak 6 bulan.
Sebelum opname di rumah sakit, aku sudah mengeluh sakit seluruh tubuhku. Kakiku bahkan sudah nyeri sekali untuk dipakai jalan, sehingga aku harus pindah ke rumah orang tuaku untuk sementara waktu agar ada yang bisa merawatku.
Lassie pun aku tinggal di rumah, karena aku tidak mungkin membawanya serta ke rumah orang tuaku, jadilah hampir setiap hari aku menelpon Daddy-nya anak-anak agar tidak lupa pulang ke rumah untuk memberi makan Lassie.
Kemudian ketika aku merasa tidak sanggup lagi dan berencana pergi ke UGD, aku menelpon tetangga rumahku yang kebetulan dulu pernah menemukan Lassie saat Lassie tersesat dulu di komplek perumahan, dan memintanya untuk bersedia mengadopsi Lassie.
Aku memilih mereka karena aku pikir mereka kan memiliki anjing peliharaan juga dan mungkin bisa menjaga Lassie dengan baik. Lagipula ketika menemukan Lassie dulu, mereka sangat berhati-hati dalam mengembalikan Lassie padaku, karena takut bahwa orang yang mengambilnya bukan benar-benar majikan Lassie.
Tapi ternyata saat melihat Lassie lagi, mereka terlihat ragu-ragu untuk mengadopsi, karena Lassie banyak korengnya dan rambut panjangnya sudah dicukur.
Saat itu aku sedikit kecewa sih, karena pencinta hewan biasa tidak terlalu mempermasalahkan hal itu.
Syukurlah pada akhirnya mereka bersedia asalkan mereka membawa serta kandang Lassie juga, dengan alasan agar bisa memisahkan sementara dengan anjing peliharaan mereka yang lain.
Ya aku pikir masuk akal juga sih keraguan mereka, karena takut penyakit Lassie menular (walau sebenarnya tidak).
Kebetulan mereka memiliki anjing yang jauh lebih indah, tentunya ras juga, dan sehat.
Padahal sebelumnya, aku berencana menyimpan kandang Lassie sebagai kenang-kenangan, hiks, tapi kemudian aku berpikir juga bahwa, siapa tahu dengan masih menggunakan kandang tersebut, Lassie bisa mengingatku meski sedikit.
Entah berapa banyak sudah rindu yang tertahan sejak Lassie kuberikan kepada tetangga komplek perumahan di sini, begitupun dengan Aisyah, anak sulungku.
Akibat tidak kenal dekat dengan keluarga baru Lassie, aku jadi agak segan mau menanyakan kabar Lassie.
Pernah sekali waktu aku kontak beliau untuk mengundang mereka agar datang ke acara akikahan bayiku, sekaligus menanyakan kabar Lassie. Tapi tidak begitu mendapat jawaban yang memuaskan karena beliau menjawab pesan singkat-singkat saja.
Jadinya aku berpikir mungkin beliau tipe yang mementingkan privacy, sehingga aku tak pernah menghubunginya lagi untuk bertanya. Berbeda dengan pengasuh Byuti yang saat kutanya berbasa-basi, langsung mengirimkan foto-foto Byuti terkini.
Aku juga nggak pernah melihat Lassie jalan-jalan di sekitar perumahan ini juga. Apalagi rumah mereka sejak tahun lalu tertulis tengah dijual, dalam artian keluarga baru Lassie tersebut akan pindah rumah, atau bisa jadi malah pindah keluar kota.
Selain itu aku menyesal sekali telah meng-upgrade simcard HP-ku, karena tanpa aku sadari sebelumnya, seluruh kontak kawanku sejak belasan tahun yang lalu tersimpan di sana.
Tapi memang sebaiknya aku pasrahkan kepada Allah SWT saja ketika sudah memutuskan memberikan mereka kepada orang lain.
Anggap saja diriku ini hanya perantara bagi mereka untuk mendapat hidup yang jauh lebih baik, karena aku juga terlahir sebagai seorang muslimah yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bergaul intim dengan hewan tersebut.
Ditambah ada sebuah kalimat pepatah yang mengatakan bahwa "Cinta itu tak harus memiliki."
Ya seperti apapun majikan mereka kini, aku hanya berharap majikan-majikan mereka tersebut bisa menjaga dan menyayangi Beauty, Hachiko, dan Lassie jauh lebih baik dari apa yang dulu bisa aku berikan kepada hewan-hewan yang pernah aku rawat dan sayangi itu.
0 comments