Balada Musim Gugur - Potret Wanita Cina Jaman Dahulu
Liang Yi dan Qiu Yan Kissing Scene (Kiri), Qin Xuan (Kanan). Sumber Foto: WeTV |
Drama Cina yang memiliki judul the Autumn Ballad jika diterjemahin ke dalam Bahasa Inggris ini, berkisah tentang seorang gadis, anak dari salah satu selir di keluarga Qiu yang bernama Qiu Yan.
Qiu Yan bukanlah seorang gadis yang pasrah terhadap nasibnya, seperti gadis-gadis Cina pada umumnya di jaman dahulu kala, namun berlandaskan rasa berbaktinya kepada ayah kandung dan nyonya rumah yang telah membesarkannya, dia pun menerima pernikahan yang sudah dirancang untuknya.
Sayangnya tak ada yang menduga sebelumnya kalau ternyata pernikahan itu sungguh bisa merubah kehidupan Qiu Yan secara keseluruhan, karena ternyata mempelai pria menghembuskan nafas terakhirnya tepat di acara pernikahan mereka.
Pada masa yang masih kolot seperti itu, seorang wanita Cina bisa dikatakan sebagai pembawa sial kalau ketika dia masuk ke dalam keluarga suaminya malah membawa petaka, bukannya keberuntungan.
Oleh karena itu, keluarga He mengambil kesempatan untuk melimpahkan kesialan keluarganya kepada Qiu Yan.
Qiu Yan pun dianggap sebagai istri dari tuan muda He yang sudah meninggal dunia itu agar dapat ditahan dan dikubur bersama tuan muda He.
Di tanah Tiongkok pada jaman dinasti, mengubur wanita hidup-hidup untuk menemani suaminya dianggap lumrah dan menjadi sebuah penghargaan.
Jangankan rakyat biasa, bahkan dalam keluarga kekaisaran pun, selir kesayangan dituntut untuk ikut mati jika sang kaisar sudah menghembuskan nafas terakhirnya.
Hal yang mengerikan tersebut justru membuat selir-selir lain, yang sepanjang hidupnya tidak pernah mendapatkan perhatian dari kaisar, bersuka cita ketika selir kesayangan raja ikut dibawa mati.
Istilahnya seperti balas dendam terselubung dari selir-selir kaisar melalui adat kebiasaan turun temurun kepada si wanita kesayangan.
Tentu saja Qiu Yan menolak hal yang tidak masuk akal itu. Dia masih ingin menjalankan hidupnya, dan tidak ingin mati sia-sia untuk seseorang yang bahkan tidak dia kenal sama sekali.
Sebagai wanita yang berbeda pada jaman itu, Qiu Yan layaknya Kartini di Indonesia, dimana dia memiliki prinsip bahwa wanita juga berhak menentukan jalan hidupnya sendiri.
Dia menolak untuk pergi mati bersama pria yang tidak dia kenal, sehingga ayah dan nyonya yang menyayanginya berupaya sebisa mungkin untuk memohon pertolongan pada putera mahkota kerajaan.
Putera mahkota pun mengutus Liang Yi, pemuda dari divisi keadilan untuk mengatasi permasalahan kedua keluarga.
Sayangnya Liang Yi adalah pria yang juga memikirkan egonya sendiri sehingga dia harus membuat keputusan yang dirasa adil bagi kedua belah pihak keluarga agar keduanya masih bisa berpihak padanya jika kelak dia membutuhkan.
Liang Yi yang licik itu malah membuat keputusan dimana kelak Qiu Yan akan menjalani hidupnya secara 'hidup rasa mati', dalam artian dia harus dikirim ke kuil untuk menjadi bikuni seumur hidupnya dan sepanjang usianya dihabiskan hanya untuk mendoakan arwah suaminya.
Alih-alih menyerah, Qiu Yan mencoba ambil kesempatan ketika nyonya yang mengasuhnya diundang ke istana untuk ikut dan menarik hati selir agung agar bisa masuk istana sebagai pelayan selir agung.
Namun lagi-lagi Qiu Yan sial karena berurusan dengan Liang Yi, dimana Liang Yi tetap kekeh ingin mengirim Qiu Yan ke kuil, sehingga ia menukar hadiah yang telah disiapkan Qiu Yan dengan sebongkah batu.
Syukurlah selir agung tidak mempermasalahkannya, karena dia tahu bahwa ponakkannya yang telah menukar hadiah tersebut, tapi pada akhirnya rencana Qiu Yan gagal juga, karena Liang Yi memohon pada selir agung agar mengeluarkan dekrit 'papan setia kepada suami'.
Qiu Yan yang marah langsung melabrak Liang Yi, tetapi pemuda yang angkuh itu tidak memperdulikannya dan tetap berpegang pada keputusannya di awal.
Kisah Qiu Yan dan Liang Yi pun dimulai, dimana ternyata Liang Yi adalah kekasih di masa kecil Qiu Yan, namun karena Qiu Yan merasa bahwa Liang Yi sudah sangat berubah, bukan layaknya pahlawan yang ada dalam ingatannya lagi, maka Qiu Yan pun tidak ingin membuka dirinya di hadapan pemuda itu.
Qiu Yan
Mungkin Qiu Yan hanyalah satu dari banyaknya wanita di jaman Cina kuno yang harus menanggung beban sebagai seorang wanita, tetapi Qiu Yan bukanlah tipe wanita yang mudah menyerah akan nasib buruknya.
Walaupun gara-gara nasib buruknya itu dia juga terpaksa harus menerima perlakuan buruk dari orang-orang sekitarnya sendiri, termasuk keluarganya sendiri.
Apalagi pada dasarnya Qiu Yan memang hanya terlahir sebagai anak selir, walaupun dia adalah putri kedua keluarga Qiu, dan dia telah mendatangkan banyak sekali masalah bagi keluarganya.
Julukan pembawa sial, konflik dengan keluarga He, sikap memberontaknya, terlibat kasus dengan Liang Yi, bahkan tertangkap basah sedang berduaan dengan lelaki (Qin Xuan) di tempat umum, sehingga membuat keluarga besarnya ingin segera membuang dia dari keluarga dengan cara menikahkannya keluar walaupun lelaki tua bangka yang memiliki banyak istri yang meminangnya.
Nenek agung alias neneknya khawatir kesialan Qiu Yan akan membawa sial bagi seluruh gadis di keluarga mereka yang belum menikah juga.
Oleh karena itu Qiu Yan berusaha menarik perhatian Qin Xuan, pemuda yang memang menyukainya, agar dia bisa menikah dengan pemuda itu saja, daripada harus menikah dengan orang yang tidak dia kenal dan latar belakang keluarga yang tidak baik.
Para Pemeran The Autumn Ballad. Sumber Foto: Ist, desain pribadi melalui Canva |
Sayangnya adik tiri Qiu Yan, satu ayah lain ibu, bernama Qiu Min ternyata juga menyukai Qin Xuan, namun tidak seberani kakaknya dalam mengungkapkan dirinya sehingga dia hanya bisa menggunakan cara licik untuk menjatuhkan sang kakak.
Sementara itu Liang Yi salah paham dan menganggap kalau Qiu Min adalah gadis yang ia sukai semasa kecilnya dulu karena Qiu Yan tidak pernah mengatakan pada Liang Yi bahwa gadis kecil itu adalah dirinya karena sudah telanjur kecewa pada pemuda itu.
Wanita Cina Jaman Dinasti
Sebagai penikmat tetap serial drama Cina dinasti, aku sedikit banyak menemukan gambaran mengenai kehidupan wanita di jaman itu.
Betapa nama baik seorang wanita Cina sangat penting pada masa itu agar bisa mendapatkan jodoh yang baik.
Tidak jauh berbeda sama yang hingga kini masih selalu didengungkan oleh Agama Islam, dimana ketika pria dan wanita bertemu harus menundukkan pandangan, tidak boleh bertemu berdua saja dengan pria, tidak ada istilah pacaran, dan sebagainya.
Begitulah yang terjadi pada masa itu, ada batasan yang sangat jelas dalam hal kedekatan antara pria dan wanita.
Hanya saja sedikit berbeda soal hak yang sama antara wanita dan pria untuk mendapatkan kebahagiaan, dimana pada jaman dinasti Cina, pernikahan itu murni ditentukan oleh orang tua, anak-anak tidak memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Lelaki boleh memiliki selir sebanyak-banyaknya untuk memperbanyak keturunan di keluarganya, namun wanita tidak boleh meminta cerai, kecuali sang suami memang mau menceraikannya.
Itupun jika suami menceraikannya, maka wanita tersebut sudah kehilangan nama baiknya, janda sama sekali tak dihargai pada masa itu.
Bahkan ketika masih dalam ikatan pernikahan suaminya sudah meninggal saja, selamanya wanita itu adalah milik keluarga suaminya, membawa marga suaminya dan dilarang untuk menikah lagi.
Syukur-syukur tidak ikut dikubur hidup-hidup bersama jenazah suaminya.
Lebih parah lagi jika karena kehadirannya di keluarga suami, keluarga barunya itu terus-menerus tertimpa musibah, maka julukan 'pembawa sial' pun akan terus melekat dalam dirinya dan dia akan mendapat perlakuan yang tidak baik dari keluarga suaminya itu.
Kisah wanita di jaman Cina kuno memang sangat memilukan, mereka hanya bisa menerima nasib saja, menjadi yang pertama dalam kehidupan seorang pria ataupun hanya menjadi selir.
Nama baik seorang gadis juga harus dijaga dengan sungguh-sungguh karena dapat membawa pengaruh pada seluruh keluarganya.
Ada satu saja wanita yang kehilangan nama baik di keluarganya, maka gadis-gadis yang ada di dalam keluarga itu bisa kesulitan mendapatkan jodoh juga karena terkena imbasnya.
Aku pernah juga menonton salah satu dracin dimana setiap tahun, gadis-gadis cantik di seluruh kota dan desa dikirim ke istana untuk diseleksi menjadi selir atau dayang kerajaan, sehingga ada beberapa keluarga yang menyembunyikan anak gadis mereka sendiri.
Jika anak gadisnya ikut seleksi di kerajaan dan terpilih menjadi selir atau dayang, maka selamanya anak gadisnya tak akan pernah bisa keluar dari istana lagi dan menjalani persaingan keras di istana untuk saling memperebutkan perhatian kaisar.
Konon ceritanya, pada jaman dinasti Tang (margaku), selir kaisar berjumlah 3000 orang, sehingga ada selir yang sampai mati pun tak pernah bertemu dengan kaisar.
Bersyukur sekali jika bisa menjadi wanita kesayangan kaisar karena sudah pasti menjalankan kehidupan yang nyaman di istana dan tak ada yang berani menyenggolnya, malah dia akan hidup di tengah para penjilat.
Tapi ketika kaisar mati, hidupnya juga bisa terancam karena para selir lain menggunakan dalih adat istiadat untuk membalas dendam kepada si kesayangan itu tadi, yaitu dengan mengatakan bahwa selir kesayangan harus ikut dibawa mati oleh kaisar.
Tradisi Cina ketika seseorang meninggal kan memang membawa serta semua hal yang dia sukai.
Kalau jaman dahulu ya benda aslinya ikut dikubur, namun jaman sekarang jika masih ada yang mengikuti tradisi, maka hanya simbolnya saja yang ikut dikubur.
Qiu Yan Seperti Kartini
Kalau Indonesia pada akhir abad ke 19 ada Kartini, maka karakter Qiu Yan di drama seri The Autumn Ballad ini layaknya Kartini pada jaman dinasti Cina.
Sejak masih kecil, jiwa Qiu Yan sudah memberontak sehingga dia sempat bertemu dengan Liang Yi yang menolongnya dari kejaran penjahat di masa remaja.
Qiu Yan yang kala itu masih berupa gadis kecil, pergi dari rumah karena menolak segala bentuk kekangan yang dia terima di rumah. Di samping itu, ibu kandungnya hanya seorang selir yang hanya memikirkan anak lelakinya saja.
Gadis Cina bangsawan jaman dinasti, diberi banyak sekali keterampilan agar mampu bersaing guna mendapatkan jodoh yang baik. Sebatas mendapat jodoh yang baik karena hanya sampai disitulah takdir seorang wanita berakhir.
Begitupun ketika seleksi pemilihan permaisuri raja, biasanya gadis yang cantik, cerdas dan terampillah yang akan diambil sebagai permaisuri, sudah seperti pemilihan Puteri Indonesia dan Miss Universe ya? Hehehe.
Jadi jangan heran kalau banyak juga kerajaan dinasti yang hancur karena permaisuri ikut campur dalam urusan politik, dimana kaisarnya tidak tegas dan malah disetir oleh permaisuri.
Karena kedudukan raja bisa didapat hanya berdasarkan garis keturunan, sehingga kadang kaisar tak berguna pun bisa naik tahta hanya karena keberuntungan mewarisi darah kaisar terdahulu.
Sedangkan untuk menduduki posisi permaisuri, haruslah memiliki standar kecakapan yang telah ditentukan oleh istana. Kaisar pun bisa kalah cerdas dari istrinya.
Nah, Qiu Yan memiliki jiwa yang bebas dan menolak segala ketentuan yang harus dimiliki oleh seorang wanita. Bahkan Liang Yi menjulukinya 'wanita tak punya malu' karena sikap Qiu Yan yang cuek dan tampak bar-bar dibandingkan wanita lain pada jaman itu.
Qiu Yan berani protes dan menyuarakan pendapatnya sendiri. Dia tidak ingin jika nasibnya ditentukan oleh orang lain. Tak jauh berbeda dengan Kartini yang menentang keras perihal 'wanita di dapur saja' atau 'wanita tak boleh sekolah'.
Cita-citanya saja ingin menulis buku, bukan ingin di rumah saja dan melayani suami, dimana seharusnya setiap wanita pada jaman itu mendambakan kehidupan menjadi istri dari keluarga baik-baik dan mapan.
Daripada menggantungkan hidupnya pada orang lain, Qiu Yan justru ingin mempercayakan hidup pada dirinya sendiri, tidak bergantung dengan siapapun.
Itu juga yang membuat Liang Yi pada akhirnya menyukai Qiu Yan tanpa sadar, dan bahkan sebelum ia mengetahui bahwa Qiu Yan adalah cinta pertamanya dulu.
Balada Musim Gugur
Balada Musim Gugur yang menceritakan mengenai kegigihan Qiu Yan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri sejak di awal cerita ini tayang di WeTV setiap hari sabtu, senin dan rabu jam 8 malam Waktu Indonesia Tengah.
Drama Seri Yan Yu Fu. Sumber Foto: WeTV |
Sampai hari ini, drama seri yang memiliki judul Cina Yan Yu Fu (hujan berkabut) ini sudah tayang sebanyak 24 episode, dimana karakter asli satu persatu tokohnya sudah mulai terbuka.
Liang Yi yang tampak luar dikenal licik, kejam, dan dingin, namun ternyata sangat hangat, dan suka menolong.
Tanpa dia sadari sendiri, sudah berulang kali Qiu Yan ditolongnya, sampai akhirnya mereka yang awalnya tak pernah akur sekalipun, mulai merasakan jatuh cinta satu sama lainnya.
Baca juga:
Para pemain di drama seri ini ganteng-ganteng dan cantik-cantik. Dan uniknya, aku yang biasanya menonton Kabby Hui atau Kabby Xu berperan sebagai tokoh utama wanita, di drama seri ini dia justru berperan sebagai tokoh pendamping wanita saja.
Kabby Xu berperan sebagai adik perempuan ketiga di keluarga Qiu, dimana dia selalu merasa iri pada Qiu Yan karena ibu kandungnya sendiri pun sangat perhatian pada kakaknya itu.
Selain itu, pria yang dia suka, ternyata malah jatuh cinta pada Qiu Yan.
Rumit ya kehidupan percintaan gadis Cina jaman dahulu, mau maju takut dibilang tidak tahu malu, tapi kalau mundur maka akan kehilangan cintanya.
1 comments
Mantab
BalasHapus