Sebagai masyarakat modern, kita sering kali terperangkap dalam stereotip dan stigma yang melekat pada berbagai kelompok sosial. Salah satu stigma yang masih meresahkan dan perlu dihapus adalah pandangan negatif terhadap para perempuan yang telah kehilangan pasangan mereka, baik melalui perceraian atau kematian.
Ilustrasi. Desain Gambar: Pribadi |
Artikel ini akan membahas dengan cermat tentang stigma buruk yang melekat pada para janda, serta mengajak pembaca untuk melihat mereka sebagai individu yang kuat dan berharga.
Menyibak Tabir Stigma
Stigma terhadap janda sering kali berkaitan dengan norma-norma sosial yang usang dan tidak adil. Para janda sering kali dihantui oleh prasangka bahwa mereka harus menjaga perilaku mereka dengan ketat, ruang gerak mereka dibatasi, dan menjadi sumber ketidakpercayaan dalam komunitas. Penting untuk menyadari bahwa ini bukanlah pandangan yang adil dan tidak seharusnya menjadi pegangan dalam menilai seorang perempuan.
Pengalaman pribadi saya sendiri sebagai seorang single mom atau secara umum di Indonesia disebut sebagai 'janda' adalah mendapat stempel negatif dari lingkungan sekitar saya sendiri. Jangankan oleh orang lain, orang tua sendiri pun menganggap status ini sangatlah rendah.
Ketika saya keluar rumah, saya dianggap keliaran yang tidak jelas, walau mereka sudah tahu tujuan saya kemana dan apa saja yang saya akan lakukan di sana.
Ketika saya dikunjungi teman lelaki, maka saya akan dicurigai menjalin hubungan dengan lelaki tersebut, bahkan kawan lelaki saya pun dicurigai bermaksud yang tidak baik, seolah-olah tak akan ada yang mau dan tulus dengan saya (mungkin karena status saya yang begitu buruknya di mata mereka).
Itu baru terhadap kawan lelaki saya, jadi bisa dibayangkanlah ya seperti apa sikap mereka terhadap pria yang menjalin hubungan dengan saya pasca perceraian dengan mantan suami. Tatapan mata mereka sungguh membuat kekasih hati saya tersebut (yang kini sudah menjadi mantan juga) menjadi tidak nyaman.
Saat saya pulang malam, saya dianggap melakukan hal yang tidak benar. Itu pandangan orang tua kandung saya sendiri loh. Apalagi orang lain kan?
Bahkan orang tua, khususnya mami saya, tak segan menyebut 'dasar janda' yang ditujukan kepada orang lain di hadapan saya, tanpa pernah memikirkan perasaan saya sebagai wanita.
Paradigma seorang janda yang 'nothing to lose', mudah menempel pada laki orang sekalipun, bukan hanya menjadi stigma bagi masyarakat umum, melainkan ternyata bagi keluarga sekalipun.
Jika orang tua sendiri saja tidak menghargai saya dengan status tersebut, bagaimana orang lain bisa menghargai saya yang berstatus 'back to single' ini?
Membongkar Mitos
Beberapa mitos tentang janda perlu diungkap untuk memahami kebenaran di balik stigma yang melekat. Pertama, kepercayaan bahwa janda dapat merebut suami orang lain adalah stereotip yang tidak berdasar dan menyakitkan. Janda adalah individu yang berhak mendapatkan cinta dan dukungan, bukan objek hasrat yang mengancam. Kedua, anggapan bahwa para janda dapat dimanfaatkan oleh laki-laki yang merasa tidak punya apa-apa adalah pandangan yang merendahkan. Janda adalah individu yang berdiri sendiri, memiliki nilai dan kontribusi yang berharga dalam masyarakat.
Meningkatkan Kesadaran
Penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap stigma janda dan dampaknya pada kehidupan sehari-hari mereka. Para janda sering kali merasa dikecualikan dan dihakimi, sehingga perlu adanya pergeseran paradigma untuk memandang mereka sebagai individu yang memiliki hak dan potensi yang sama seperti siapa pun. Dukungan sosial dan empati dari masyarakat dapat membantu membuka ruang bagi perubahan positif.
Membangun Solidaritas
Salah satu langkah kunci dalam menghapus stigma janda adalah dengan membangun solidaritas antara perempuan. Aliansi antar perempuan dapat menjadi kekuatan besar dalam mengatasi pandangan negatif terhadap janda. Para perempuan harus saling mendukung dan memahami bahwa keberagaman status pernikahan tidak mengurangi nilai seseorang dalam masyarakat.
Menyuarakan Kesetaraan
Penting untuk menyuarakan kesetaraan dan menegaskan bahwa status pernikahan tidak boleh menjadi ukuran tunggal nilai seseorang. Para janda memiliki hak yang sama untuk mengejar impian, berkembang, dan menikmati kebahagiaan seperti perempuan lainnya. Masyarakat perlu melepaskan stereotip lama yang tidak lagi sesuai dengan realitas modern.
Menutup Pemikiran Tradisional
Terakhir, kita perlu menutup pemikiran tradisional yang mengaitkan status pernikahan dengan nilai seorang perempuan. Kita harus melihat setiap individu sebagai manusia yang unik, dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Menghapus stigma janda bukan hanya tugas perempuan, tetapi tugas bersama sebagai masyarakat yang berkomitmen untuk membangun keadilan dan empati.
Dengan mengakhiri stigma janda, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan penuh empati. Mari kita bersama-sama membongkar stereotip dan menciptakan lingkungan di mana setiap perempuan, termasuk para janda, dapat hidup tanpa rasa takut atau dicurigai.
Mari kita menjadi masyarakat umum yang bijak dan lebih bisa menghargai perempuan tanpa mengkotak-kotakannya. Belakar lebih jauh tentang dunia perempuan melalui Penulis Lepas yang sudah biasa menulis Buku Tentang Perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar