Fiksi
Terlalu Benci
Oleh: marga Tang
“Sampai matipun aku nda bakal nyapa
si Ariana itu!”
Astaghfirullah,
Bella berkata dalam hati. “Jangan begitu jugalah Lin. Emang Ariana salah apa
sih?”
Mata Linda yang sipit mendelik.
“Salah apa?! Kamu tau sendiri kan Bel kalau aku dari dulu emang sudah nda suka
sama dia. Musuhku dulu namanya sama dengan dia, sudah gitu gayanya itu loh,
klemak-klemek sok suci.”
Nada
suara Linda meninggi dengan logat Jawanya yang masih kental terdengar. Linda
adalah keturunan Tionghoa yang besar di Malang.
Bella menghela nafas berat. Susah
juga temannya yang satu ini, pikirnya. Sebenarnya permusuhan yang terjadi
antara Ariana dan Linda ini bukan hanya melibatkan dua pihak tersebut yang
masih bertikai sampai sekarang, melainkan melibatkan dirinya, serta dua orang sahabatnya
yaitu Intan dan Hasnah, juga beberapa teman lain yang berbeda rumah kos dengan
mereka.
Pertikaian diawali sejak satu
persatu HP milik para sahabat itu lenyap dan yang terakhir adalah HP milik
Linda menjadi korban. Linda marah besar dan membawa permasalahan ‘kemalingan’
ini ke dukun yang mengharuskan semua penghuni rumah kos tempat ia tinggal untuk
meminum air dari dukun tersebut termasuk Bella, Ariana, Intan dan Hasnah.
Yang membuatnya menjadi tidak adil
di mata Ariana adalah teman-teman yang mengompori Linda menyerahkan kasusnya
kepada dukun tidak dipaksa untuk meminum air tersebut. Konflik terjadi di
antara mereka. Apalagi ketika Ariana tahu bahwa orang yang dituju oleh Linda
adalah teman sekamarnya, yaitu Hasnah.
Akhirnya pelaku pencurian yang
sebenarnya terungkap dan ternyata sahabat dekat Linda di kampus. Ia memang suka
mengunjungi Linda di kos, dan kemudian memanfaatkan kesempatan juga untuk
mencuri HP temannya satu persatu.
Linda yang memang sedikit angkuh
mulai mencoba menegur Hasnah, Bella, dan Intan, seperti biasa seolah-olah tak
pernah ada yang terjadi di antara mereka, hanya Ariana yang sama sekali tidak
ia tegur, mungkin karena Ariana sempat menunjukan dirinya sangat membela
Hasnah atau karena sejak dulu Linda sudah iri dengan kecantikan Ariana dan kebaikan hatinya. Memang sebelum terjadi masalah di antara mereka, Linda dan Ariana sudah
sering bertengkar kecil.
Ada satu rahasia yang disimpan oleh Ariana
dan Bella. Linda jatuh cinta pada kakak kelas mereka, namanya Edy, asal Blitar.
Ariana juga berasal dari Blitar dan ia pernah punya kisah cinta bersama Edy,
tetapi Linda tidak tahu itu.
“Bel, aku mohon sama kamu, jangan
sampai Linda tahu kalau Edy itu mantan pacarku. Aku nda mau dia malu.” Begitu
sepenggal amanat dari Ariana padanya.
“Hey! Kamu nda dengerin ya?!” Linda
menepuk pundak Bella kesal, sehingga membuyarkan lamunan Bella.
Bella geleng-gelengkan kepalanya
sambil melirik kepada Linda, belum hilang rasa terkejutnya. Linda memang agak
kasar dalam bergaul.
“Persetan deh.” Kata Linda cuek
sambil pergi meninggalkan Bella di kantin kampus.
“Kenapa Bel?” Tanya Hasnah yang tiba-tiba
sudah duduk di sampingnya dengan membawa segelas es jeruk.
Bella tersenyum sumbang. “Tau tuh
Linda, sejak jatuh cinta bawaannya curhat terus, capek dengernya.”
Hasnah tertawa sambil
mengedip-ngedipkan matanya. “Namanya saja Falling
in Love. Kamu tau ngga tadi aku ketemu …”
“Stop!” Bella mengarahkan jari
telunjuknya ke bibir Hasnah agar Hasnah tidak meneruskan kalimatnya. “Aku sudah
beribu kali mendengar tentang Gusti, kakak kelas paling tampan sedunia versimu.”
Hari minggu yang cerah Bella sedang menjemur
pakaiannya di halaman rumah kos, ketika terdengar suara gaduh dari kamarnya
Linda. Tampaknya Linda sedang bertengkar dengan pacarnya di kamar. Iseng Bella
mencoba mendengarkan dari balik pintu kamar Linda.
“Kamu harus gugurkan bayi itu.”
Bella tersentak. Astaga, ternyata Linda sedang mengandung.
“Aku nda mau. Pokoknya bagaimanapun
kamu harus tanggung-jawab, Dy. Ini anakmu.”
“Tapi aku belum siap, Lin. Masih ada
2 semester lagi, aku tidak ingin bayi itu menghancurkan masa depanku. Dan
bagaimana dengan kamu? Kamu terlalu dini untuk punya anak, baru pertengahan
jalan kuliah. Kita belum siap.” Edy menegaskan bahwa dia tidak akan
bertanggung-jawab jika Linda memaksa untuk melahirkan anak itu.
“Aku cinta kamu ... juga bayi ini.” Linda
memelas.
Edy terdiam sejenak, menghela nafas
dan mulai berbicara dengan perlahan. “Lin … aku benar-benar minta maaf. Sebenarnya
hubungan kita hanya sandiwara. Aku mencintai Ariana, Lin. Dia mantan pacarku.”
Linda sangat terkejut mendengar
pengakuan Edy, air matanya mengalir tiada henti. Dia hamil dengan mantan pacar
musuhnya, kenyataan paling pahit yang tidak dapat ia terima.
“Hanya
sandiwara? Cumbuan di tempat tidur?!” Linda tertawa miris. Ia memukul-mukul perutnya
merasa sangat terluka, membuat Bella tidak sabar menerobos masuk.
Bella memeluk Linda dan mencegahnya
melakukan hal buruk pada calon jabang bayinya.
“Jika Ariana tahu hal ini, aku yakin
dia akan sangat menyesal kamu pernah masuk dalam perjalanan hidupnya!” Bella
melirik sinis pada Edy, membuat Edy kesal lalu meninggalkan Linda dan Bella
berdua.
Linda
menatap Bella tak percaya. “Tentang Edy dan Ariana … kamu sudah tau kan? Kenapa
nda pernah bilang?”
“Ariana ngga ingin kamu sakit hati.
Dia tau kamu begitu membencinya.”
“Dia pasti ingin mempermainkanku!” Linda
merutuk sendiri.
Gantian Bella yang menatap Linda tak
percaya. “Lin, kamu terlalu picik. Ariana tidak seperti yang kamu pikirkan. Apa
kamu benar-benar sudah lupa dengan kebersamaan kita dulu? Waktu ospek.”
Linda menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangan. Samar-samar terdengar isak tangisnya.
“Sudah
Lin.” Bella menjadi sangat iba.
“Anak ini ... haruskah aku
gugurkan?” Masih dengan berlinang air mata.
“Jangan menambah dosa dengan yang
lebih berat lagi. Anak adalah titipan Tuhan, tidak semua orang diberi anugerah
secepat kamu. Kita semua sayang kamu.” Bella meraih Linda ke dalam pelukannya,
menepuk punggungnya, menenangkannya. Baru kali ini Bella melihat Linda begitu
lemah tak berdaya.
“Biar aku yang urus.” Tiba-tiba Ariana
sudah berdiri di pintu kamar Linda. “Aku tidak bermaksud menguping, kebetulan
ada perlu dengan Bella dan melintas depan kamarmu.”
Linda masih memasang tampang
memusuhi.
“Aku
tahu kamu masih marah padaku. Tetapi sepertinya aku dilibatkan oleh seseorang dalam
masalah ini, dan aku sama sekali nda akan mengijinkan namaku dimanfaatkan oleh
orang yang ingin lepas tanggung jawab.”
Wajah Linda masih tegang, tetapi air
matanya sama sekali tak dapat terbendung.
Ariana menghampiri Linda dan
memeluknya. Mereka sama-sama tenggelam dalam kesedihan.
Edy menolak ketika Ariana memintanya
kembali pada Linda. “Aku tidak mau. Jika
ia wanita baik-baik, seharusnya menolak ketika kuajak tidur.”
PLAKK! Tamparan keras dilayangkan
Ariana ke pipi Edy. “Jadi kamu pikir kamu lelaki baik, mengajak tidur wanita
dan membuangnya!”
“Cintaku padanya palsu. Aku mau kamu kembali.”
Kata Edy sembari menggenggam erat tangan Ariana guna mencegahnya menampar
kembali.
Ariana melotot dan berusaha
melepaskan tangannya dari genggaman Edy. “Itu cinta monyet. Meski hanya setitik
darah, cintaku sama sekali sudah tak berbekas padamu.”
“Kamu …” Edy menunjuk wajah Ariana
tak percaya, kemudian mengalihkan pandangannya dari wajah Ariana dengan kesal. “Aku
sebenarnya … aku kalut! Kenapa secepat itu?! Kami baru hubungan sekali dan dia
hamil.”
Kali ini Edy sungguh terlihat tak
berdaya juga, Ariana berusaha tetap menatap wajah Edy untuk mencari kebenaran. “Apa
benar kamu nda pernah cinta sama Linda?”
Edy menggelengkan kepalanya. “Aku
nda mungkin melakukan itu kalau nda cinta.”
“Jadi kamu mau menerima anak ini?”
Tiba-tiba Linda sudah berada di antara mereka, membuat Edy sangat terkejut.
Ariana memang sudah membawa Linda sejak awal mengatur pertemuan dengan Edy
untuk mendengarkan sendiri pengakuan Edy.
“Aku … aku hanya takut dengan masa
depan.” Edy masih ragu-ragu.
Linda menghapus air matanya dan
menghela nafas berat. “Aku sudah putuskan, di antara kita harus ada yang
mengalah demi anak ini. Aku tidak ingin meneruskan kuliahku, aku hanya ingin
anak ini, buah cinta kita berdua.”
Edy merasa sangat menyesal sudah
sempat melukai hati Linda. Ia meraih Linda ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”
Sejak kejadian itu Linda dan Ariana
selalu bersama. Mereka menjadi jauh lebih akrab dari sebelumnya. Bahkan selama kehamilannya
Ariana yang membantu merawat dan menyiapkan keperluan Linda agar Edy bisa
konsentrasi menyelesaikan kuliahnya yang sudah mau memasuki semester akhir.
Bella, Hasnah dan Intan yang
menyaksikannya ikut senang, mereka juga selalu ada ketika Linda memerlukan bantuan. Linda merasa sangat beruntung dan menyesal karena pernah salah paham terhadap Ariana dalam waktu yang cukup lama.
Kebencian terhadap orang lain yang
selalu dipupuk agar semakin tumbuh subur, pada akhirnya hanya akan melukai diri
sendiri. Dalam bergaul harus sedikit menyingkirkan ego dan arogansi.
Linda
diuji oleh Tuhan sekaligus diberi anugerah atas keberhasilannya, yaitu anak.
Seandainya ia masih bersikukuh terhadap sikap arogannya, ia tentu akan memilih untuk
tidak melahirkan anak itu, sehingga yang ia punya selamanya hanya kebencian,
bukan anugerah.